Hubungan Syahadat dan Bai'at

1. Pengertian Syahadat
Syahadat berasal dari bahasa arab, secara etimologi (bahasa) mengandung makna Persaksian; perjanjian. Adapun pengertian secara terminology (istilah): “Persaksian atau perjanjian seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya”. Perjanjian manusia dengan Allah dimulai semenjak manusia ada di alam arwah Sebagaimana firman Allah SWT :
“Dan ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka: “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul, kami menjadi saksi”. agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini “, Q.S. al-A’raf [7]: 172.
Dalam pendekatan Ilmu Akidah Islam, dikenal dengan Syahadatain (dua syahadat). Artinya bahwa syahadat itu, hanya disandarkan kepada Allah dan Rasul-Nya. Syahadat yang pertama perjanjian yang bersifat Uluhiyyah, karena menggunakan lafadz Ilaha, dari manusia kepada Allah; dan syahadat yang kedua bersifat Kerasulan; karena menggunakan lafadz Rasulullah dari umat kepada utusan Allah.
Dari pengertian syahadat yang kedua yang bersifat kerasulan, umat bersaksi tentang fungsi rasul atau utusan bagi dirinya. Maka akan terjalin ikatan yang kuat antara umat dengan Rasulullah Saw yang melahirkan bimbingan dan kepemimpinan. Demikian penting syahadat yang kedua ini sehingga disejajarkan dengan syahadat yang pertama.
Sepeninggal Rasulullah Muhammad Saw, bimbingan dan kepemimpinan itu harus terus berjalan karena merupakan satu kebutuhan. Perjanjian umat ketika itu dilanjutkan kepada khalifahnya dengan bentuk bai’at.
2. Pengertian Bai’at.
Bai’at berasal dari bahasa arab, secara etimologi (bahasa) yaitu: Perjanjian; Sumpah setia. Di lihat dari sisi bahasa, Syahadat dan Bai’at mempunyai makna yang sama. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa melakukan koordinasi, baik antar individu, lembaga atau institusi, hubungan bilateral sampai hubungan internasional. Dalam menjalin hubungan tersebut manusia tidak akan terlepas dari perjanjian, kesepakatan atau MoU. Ketika bai’at dikembalikan kepada bahasa, maka seluruh dimensi kehidupan manusia tidak akan lepas dari bai’at. Adapun pengertian bai’at menurut fiqih siyasah adalah sumpah setia seseorang kepada seorang khalifah.
Pada masa Rasulullah Saw, proses bai’at pernah dilakukan dua kali yang dinamai dengan Bai’at Al-Aqabah dan Bai’at Ar-Ridwan oleh para sahabat dengan tujuan untuk lebih memperkokoh ikatan sahabat kepada Rasulullah Saw karena menghadapi tantangan yang lebih berat dari kaum musyrikin.
Dalam Al-Qur’an Allah SWT Mengabadikan proses bai’at yang dilakukan oleh para sahabat kepada Rasulullah dalam Q. S Al-Fath [48]: 18.

“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah Mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat”
Sebelum Rasulullah Saw meninggal ia menyampaikan pentingnya fungsi dan kedudukan bai’at, supaya umat selalu ada dalam bimbingan dan dibawah kepemimpinan khalifah. Ia bersabda;
“Barang siapa yang mati dan belum punya bai’at maka matinya seperti mati orang-orang Jahiliyyah”. (HR. Muslim)
Umar bin Khattab Dalam manaqibnya menyatakan sebuah Statement ;

“Tidak termasuk islam kecuali berjamaah, tidak berjamaah kecuali dengan kepemimpinan, tidak ada kepemimpinan kecuali keta’atan, tidak ada ketaatan kecuali ada bai’at”.
Dia pun mengatakan bahwa manusia tidak akan baik urusannya kecuali adanya seorang pemimpin yang ditaati dan diharapkan nasehat-nasehatnya (Muhammad Rawwas Qal’ahji, Dr. kitab: Mausu’ah Fiqh Umar Ibn Khattab ra, hal: 188).