RI Remehkan Pencemaran Laut Timor


KUPANG- Pemerintah Indonesia dinilai lambat dalam antisipasi dan menganangi pencemaran laut Timor akibat meledaknya sumur minyak Atlas Barat di ladang minyak Montara yang terletak di Laut Timor sejak 21 Agustus 2009 lalu. Bahkan, pemerintah terkesan meremehkan kejadian tersebut hingga pencemaran sudah berakibat sangat merugikan masyarakat.

Hal ini disampaikan Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB), Ferdi Tanoni kepada wartawan  di Kupang Minggu (25/10) mengutip laporan jaringannya dari Sydney Australia yang diterimanya pada Mingu (25/10) siang.

Hingga saat ini kebocoran sumur minyak itu terus menyemburkan ratusan ribu liter per hari di laut Timor lantaran operator ladang minyak Montara asal Thailand PTTEP Australasia  belum sanggup menyumbat bocoran minyak. Padahal sudah tiga kali dilakukan upaya menghentikan semburan minyak mentah itu.

Sementara itu upaya penyumbatan keempat yang direncanakan akan dilakukan pada hari Jumat (23/10) tidak jadi dilakukan dan ditunda ke hari Minggu (25/10). Namun rencana itu ditunda lagi pelaksanaannya dan direncanakan baru akan dimulai pada hari Selasa (27/10) dengan alasan belum menemukan peralatan yang tepat untuk digunakan menyumbat sumur minyak yang bocor itu.

Penulis Buku Skandal Laut Timor Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra-Jakarta ini menilai Pemerintah Indonesia sangat lambat dalam mengantisipasi apa yang sedang terjadi di depan mata sendiri. Padahal dampaknya telah dirasakan sejak akhir bulan Agustus dan pertengahan September 2009 lalu oleh para nelayan dan masyarakat pesisir di Pulau Timor bagian Selatan dan Rote yang selama beratus-ratus tahun lamanya dan secara turun temurun pula telah menggantungkan nasib mereka di laut Timor.

Mantan Agen Imigrasi Kedutaan Besar Australia ini mengajak Pemerintah agar tidak menganggap remeh pencemaran ini dengan berpikir bahwa  apa yang sedang terjadi jauh dari kehidupan sebagian masyarakat kita sehari-hari sehingga  tidak perlu merasa khawatir karena tidak mengancam siapa-siapa dan bahkan tidak membahayakan siapapun juga.

"Saya hanya mengingatkan saja bahwa kejadian pencemaran laut Timor ini bila tidak segera bisa dihentikan maka akan sama bahkan lebih besar dari pada Bencana Exxon Valdez di Laut Alaska Amerika Serikat pada tahun 1989 yang walaupun hingga kini sudah 20 tahun lamanya,namun dampaknya masih dirasakan oleh para nelayan dan masyarakat pesisir di sana,"kata Tanoni.

"Saya mengusulkan agar Pemerintah Provinsi Nusa Tengga Timur, Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Rote Ndao dan Timor Tengah Selatan segera berkoordinasi untuk melakukan pemantauan dan penelitian yang lebih intensif lagi serta mendata berbagai kerugian yang telah diderita oleh masyarakat dan daerah ini kemudian disampaikan kepada Pemerintah Pusat untuk menuntut pertanggungjawaban dari perusahaan operator ladang minyak Montara dan Pemerintah Australia", urainya. (vit/fuz/JPNN)