Puisi-puisi Ping Homeric



Surat Cinta
Tgl. 22 Juli, 2009
Malikha ku sayang,
Aku tak menulis panjang kali ini...
Namun ke dalam amplop ini, tlah ku selipkan
beberapa helai rambut kuda liar dari
pegunungan Siberia yang ku ikat dengan seuntai
angin ku petik di puncak Chomolungma
disertai pula beberapa potong kulit kerang Nautilus
yang ku telusuri di bibir pantai selatan Yucatán
...semua untukmu.
Semoga engkau mengerti betapa
kolosalnya rinduku padamu.
Salam Sayang,
Kanda
(yang tersesat di kolong malam
tanpa bias konstelasimu)
ping homeric, chicago, 22 juli, 2009
Benih Illahi
rahim batinku haus
akan hujan benihmu
sebidang tanah yang dulu
kerak tlah gembur ku buka
hujankan benihmu dengan
lembut, tahanlah jantan petirmu
dengan mata yang nyalang kau jaga
kecambah kita dari gagakgagak pendosa
sehingga pohon hayat tumbuh memenuhi
rongga batinku yang kini rahim
Tuhanku,
aku siap kau semai
ping homeric, chicago, 10 juli, 2009
Lukisan Mendung
segelas berisi
air mata
terduduk di meja
anggun di bawah
sinar remang lampu
padanya
seorang pelukis
tanpa bola mata
celupkan kuas lalu
ke atas kanvas
dilukisnya pemandangan
alam mendung yang
sungguh hidup
dan indah
tanpa cat
jua warna
ping homeric, chicago, 26 juni, 2009
Tak Siasia
bening matamu berisikan
anggur merah – ku teguk
wangi nafasmu hembuskan
asap candu – ku hirup
manis senyummu racikkan
racun sianida – ku tegak
kebumikan aku dalam sukmamu
agar tak siasia matiku
ping homeric, chicago, 9 juli, 2009
Luntur
di atas buku, ku tuliskan namamu
di lembaran putih bergarisgaris biru
satu per satu aksaranya ku eja penuh rasa
ku ukir dengan teliti di atas titian biru mesra
setelah mengering... engkau pun mulai berdansa
cepatcepat ku tuliskan namaku di sampingmu
menemani tarianmu sebelum meluntur
diterjang air mata
ping homeric, chicago, 13 juli, 2009
Opium
ke dalam kabut
ku lemparkan tanya :
mengapa aku sangat candu akanmu?
yang tak lepas terjerat dalam
seratserat batinku?
bagai perawan di gurun para Afgan
mekarmu laksana opium pelipur tanah gersang
warna merah yang merasuk sumsumku
menjejali arteri dengan asapasapmu menutupi
semua pintu bebasku
aku terperangkap di awan khayal
harum aroma kulitmu yang membuai
tlah membius setiap selsel nalar yang peka
aku pun bebal akan semua rasa baru
hanya padamu aku merindu
pula, di atas segala elokmu
aku mencandu
ping homeric, chicago, 21 juli, 2009
Karang
kekar bersemi cintaku
merekah keras bunga karang
pada tajamtajam bibir laut bercadas
tersiram ganasnya asin ombak
guratan sayang
menghujan terpahat pada tebingtebing curam
menancap dalam bongkahbongkah jantung batu
hitam menantang mentari
datanglah!
belai lembut laksana layang camar putih
cumbu kukuhnya struktur ragaku
datanglah bersama buihbuih gelora
hempaskan!
gemuruh memecah sunyinya pantai
padaku semua layar senja tergulung
lembut ku selipkan dalam debur mimpimu
ping homeric, chicago, 18 agustus, 2009
Senin Pagi
senin pagi,
di lantai 17 kantorku
ada upacara bendera
di dada
cangkir kopi, keyboard,
buku notes, mouse dan penaku
ku tata rapi berbaris
tegak ku duduk
ku dengungkan Indonesia Raya
perlahan ku naikkan sang saka
ke tiang hatiku
selamat ulang tahun,
negriku! jayalah selalu!
ping homeric, chicago, 17 agustus, 2009
Sesal
lelehan lilin menyulur turun
dari sepasang retina yang menyala
perlahan beku mengeras di lekuk pipi
merambat bagai tangis beringin tua
malam semakin berkabut tinta
tlah seratus satu lembar katakata
penyesalan yang tertumpah dari hati
ke atas putihnya kertas wajahmu
tetestetes lilin yang jatuh berdesis
lirih di atas mukamu yang pilu
sesaat nyalaku semakin redup dan layu
sumbu jantungku pun kian susut terbakar
namun surat ini mesti terangkum
di balik jendela jiwa, di depan meja tulis ini
seekor bulbul malam tlah menanti
sebelum api mencair dalam hening
ku tumpahkan tetesan terakhir pada surat
sebagai ségel materei di atas sesal
dalam deru dan pekatnya malam, sang bulbul melayang
hantarkan pesan akan rasa sesal yang tak kunjung tuntas ini
ping homeric,  chicago, 4 agustus, 2009
R.I.P.
semalam hatiku meninggal
inna lillahi wa inna ilayhi raji'un
pagi ini dengan sangat bersedih
ku mandikan ia dengan air kembang tujuh rupa
bersemu merah ia tampak tersenyum kaku, sedikit pucat
dengan gemetar ku pakaikan gaum merah muda kesukaannya
lalu ku balutlah ia dengan kelopak kamboja
yang putih penuh wangi nostalgia
aku pun meratap
sebuah kardus tlah tersiap, baru dan bersih
perlahan lahan kuturunkan ia ke dalamnya
tak lupa ku taburkan butiran styrofoam aneka warna
takkala kardus penuh, air mataku pun jatuh
sambil terisak, dengan lakban ku tutuplah sebuah kisah
berat aku melangkah keluar rumah
menuju tempat peristirahatan terakhir hatiku
requiem panjang nan lirih mengiringi prosesi kami
ketika tiba, kardus hatiku ku serahkan
kepada bapak tua yang berdiri di seberang meja
tak lupa sebelumnya ku tuliskan pesan terakhirku di atasnya
lengkap dengan sebuah gambar hati
bapak tua itupun lalu sibuk menuliskan sesuatu
setelah selesai secarik kertas disodorkannya padaku
"ini bukti pengirimanmu, nak!" -- aku pun mengangguk lirih
sambil berjalan keluar, dengan rasa penuh pedih ku berdoa
"semoga kali ini pabriknya memberi ku pengganti yang lebih awet"
"amin...!"
ping homeric, chicago, 1 juli, 2009
Cadar Bulan
bulan yang malu bercadar dibalik kabut
mimpi terusik goda datang menyapa
bangkit ku daki gumpalan awan awan
ku sapa pula bintang di mayapada
hinggap pada kepak sayap burung malam
antarlah aku menujunya
bulan diam bermalu semu
tanpa ragu ku singkap cadarnya
cadar sutra kabut terkibas lepas
tampak parasnya yang sipu berona jingga
pesona bulan cantik membuat ku terpana
...dan jatuh ke bumi
ping homeric, chicago, 5 juni, 2009
Serdadu Biru
di suatu pagi yang dingin
takkala embun bening memeluk bekunya rumput
berita langit turun laksana gemuruh petir menyambar hati
"serdadu birumu t'lah berlalu," "ini untukmu"
sebuah lencana terbalut rapi dalam denim tua
juga tiga kerikil kecil dan bunga bunga jingga kering
jatuh tersungkurlah dia di depan beranda
hatinya pun remuk menganga terluka dalam berdarah
dikatupnya rapat rapat wajah dan matanya
namun bulir bulir airmata berontak menerobos jemari, pecah
lantai beranda yang dingin, basah dan lembab didekap pula
lalu tertidurlah dia, bermati suri
hari berganti...
diambilnya bintik bintik hujan
yang tertempel banyak di kaca jendela kamar
ditaruhnya ke dalam sebuah cawan putih
lalu ditadah pula airmatanya yang mengalir tak henti itu
deras berhulu dari kolam mata yang lebam
kemudian kedua unsur itu ditaut menyatu, dipintalnya benang
hatinya yang terluka itu
t'lah siap di meja tua berjati hitam
tertata di atas secarik kain linen putih bersih
beberapa serpihan bintang yang dipetiknya semalam
beserta tiga kerikil kecil dan bunga bunga jingga kering itu
dimasukkan semua ke dalam kantong luka hatinya
di tepi sungai airmata yang mengalir
perlahan lahan dijahitnya luka menganga itu
dengan benang airmata dan hujan yang t'lah dia siapkan
lencana yang berkilap disematkan di atas lalu dikecupnya pula
setelah selesai, ditutupinya hati itu dengan tenunan kain embun
"maafkanlah jinggamu" gumamnya
kemudian...
diiringi requiem pelan tangisan bayi yang lembut bening suci
dia pun kembali terbaring, tertidur, bermati suri
ping homeric, chicago, 10 mei, 2009
si Mungil
senyum bulan sabit
bergantung di lesung pipit
berlangitkan wajah mungil
bermatakan permata
ping homeric, chicago, 11 maret, 2009