KPK Mulai Gerah Dengan Upaya Pelemahan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai gerah dengan upaya pelemahan kewenangan yang dimiliki oleh lembaga penegak hukum lainnya. Komisi mulai mempertanyakan maksud dibalik semua upaya pelemahan itu. "Menjadi suatu pertanyaan bagi kami, kenapa lembaga penegak hukum yang menangani kasus hukum dipermasalahkan. Paling tidak boleh dikatakan dikriminalisasikan," ujar Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi bidang Pencegahan Mochamad Jasin, di Gedung KPK, senin (14/9) siang tadi.

Menurut Jasin, sesuai dengan pasal 6 Undang-undang tentang KPK (30 Tahun 2002), Komisi Pemberantasan Korupsi yang bertugas melakukan supervisi apabila ada kasus tindak pidana korupsi yang bersamaan sedang ditangangi oleh lembaga penegak hukum lainnya. "Seandainya itu yang berkaitan dengan tipikor yang sedang kita tangani, atau yang kepolisian tangani, atau penegak hukum lain tangani, KPK lah yang punya wewenang untuk supervisi, sesuai dengan Pasal 6 UU 30/2002. Nah ini yang terjadi sebaliknya. KPK disupervisi oleh penegak hukum lain," ujar Jasin.

Komisi Pemberantasan Korupsi juga menduga pelemahan kewenangan itu juga berasal dari lembaga legislatif, tepatnya melalui komisi III Dewan Perwakilan Rakyat. "Apabila kita melihat kronologis, testimoni itu hanya penyampaian laporan atas keterangan orang lain yang kekuatan hukumnya sangat lemah dan ini diajukan, dari dugaan informasi testimoni itu diajukan melalui DPR Komisi III. Tentu kan di-cross check dulu," ujar Jasin.Jasin juga sempat mempertanyakan, apa alasan testimoni itu baru dibuka setelah tujuh bulan disimpan. "Kenapa tidak saat memperoleh informasi itu dibuka kepada pimpinan, sehingga menjadi clear. Kenapa harus disimpan. Nunggu dulu tujuh bulan baru dibuka setelah dia (Antasari) kena masalah? Ini suatu hal yang mengherankan bagi kita. Maksudnya, yang terkait kasus dugaan suap, kita ini tidak ada yang terima suap," ujar Jasin.

Sebab menurut Jasin, soal suap ini sudah tidak berlaku lagi karena langsung dibantah melalui keterangan Ary Muladi kepada pihak Kepolisian. Dalam pengakuan Ary, uang tersebut tidak ada kaitannya dengan penanganan kasus Masaro dan tidak ada yang mengalir kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi. "Skenarionya adalah skenario bohong, dibuat-buat. Kalau nanti itu diteruskan, kita punya data. Apa mau diteruskan?" ujar Jasin.

Begitupula mengenai pencabutan cekal terhadap tersangka buron Anggoro Widjaja. yang dipalsukan dan dugaan suap. Jasin kembali mempertanyakan, hal palsu seperti itu yang tetap dipermasalahkan oleh penegak hukum lain. Kasus suap yang seakan kandas, menurut Jasin dimunculkan lagi. Ditambah dengan adanya dugaan penyalahgunaan wewenang.

"Lho, kita memproses hukum, katakanlah koruptor, nah ini kok dibelain oleh penegak hukum lain ? Ini ada apa ?" tanya Jasin. Apalagi, dalam pemeriksaan hari Jumat (11/9) lalu, pemeriksaan Pimpinan di Mabes Polri paling banyak terkait dengan pencekalan Anggoro. "Kami mencekal koruptor kok dipermasalahkan. Ini yang jadi masalah," ujar Jasin.

Menurut informasi yang diperoleh Komisi, tambah Jasin, wacana pencekalan Anggoro ini muncul setelah Rapat Dewan Pimpinan di Dewan Perwakilan Rakyat. "Ini muncul lagi sekarang setelah ada informasi yang kita terima, ada dari Komisi III setelah RDP dengan kepolisian," ujar Jasin. TEMPO Interaktif, by : heroe tjahyono