Kondisi Intelek Mahasiswa

Menyikapi hasil MASTA yang saya laksanakan di AAM Klaten, banyak sekali tanggung jawab yang memang harus saya emban. Memang Realitas saat ini, di pundak mahasiswa terdapat tugas untuk berpartisipasi, dalam merenovasi bangsa dan Negara dari per-masalahan krisis ekonomi, sosial, politik, demi membangun kehidupan masyarakat Indonesia kearah yang lebih baik. Oleh Karena itu, tak ada waktu bagi mahasiswa untuk berpangku tangan dalam menjalani pelbagai aktivitas dan dituntut untuk meningkatkan kreativitas dan daya intelektualnya.

Namun, persoalan yang tengah menyerang mahasiswa saat ini adalah rendahnya budaya intelektual yang tengah mengalami degradasi. Kampus sebagai tempat yang dikenal menampung para intelektual tidak bisa dipisahkan dari budaya berdiskusi, membaca, menulis, dan berorganisasi. Namun, seiring berjalannya waktu budaya itu mulai langka.
Salah satu ren-dahnya budaya inte-lektual mahasiswa, dapat dilihat dari aktivitas membaca-nya. Kalau saya berpendapat bahwa maha-siswa dulu lebih tinggi minat bacanya daripada mahasiswa sekarang, karena mahasiswa dulu menganggap membaca merupakan kebutuhan dan dirasa wajib bagi mereka. Berbeda dengan mahasiswa sekarang yang menganggap membaca hanya sekadar hiburan semata. Pendapat senada apa yang disampaikan Mas Jaswadi selaku kakak saya yang setia selalu memberi semangat say untuk selalu membaca, menulis, berdiskusi dan berorganisasi. Dia berpendapat bahwa mahasiswa sekarang mengalami penurunan drastis. Orientasi kuliah tak jelas dan lebih banyak mengarah pada pencapaian kepuasan sesaat. ( red: Arrisalah edisi 44 )
Mas jaswadi juga pernah me-ngatakan kepada saya, “Rata-rata mahasiswa saat ini keinginan membaca dan rasa keingin-tahuannya lemah, bila dibandingkan mahasiswa jaman dahulu keinginan membaca mahasiswa masih ada, sedangkan mahasiswa sekarang malah menurun.”

Penyebab menurunnya budaya baca mahasiswa dilingkungan kita ini dikarenakan menipisnya rasa ingin tahu mahasiswa terhadap pengetahuan. Minimnya budaya membaca di kalangan mahasiswa dapat dilihat dari jarangnya mereka mengakses berita-berita di surat kabar/internet. Memang di organisasi kema-hasiswaan atau di perpustakaan banyak yang berlangganan surat kabar harian, namun hanya sedikit mahasiswa yang tertarik untuk membacanya. Surat kabar seringkali tergeletak tanpa dihiraukan sedikitpun. Begitu pula dengan adanya fasilitas internet, mereka tidak tertarik mengakses perkembangan-perkembangan yang sedang terjadi. Takdipungkiri lagi “budaya membaca mahasiswa sekarang sangat kurang apalagi yang terkait dengan kuliah, misalnya mereka ketika diskusi dalam kelas datang tanpa membawa referensi.”
Organisation for Economic Cooperatian and Development (OECD) melakukan tes kom-prehensif di 41 negara pada tahun 2003 dan 2006 (pertiga tahun) yang salah satunya dilakukan melalui pengukuran kemampuan reading yang nantinya ditujukan untuk peningkatan kualitas sistem pendidikan.

Data mengenai posisi Indonesia dalam tes tersebut menurut survey The OECD programme for Inter-national Student Assesment (PISA) di bidang reading, pada tahun 2003 Indonesia menempati urutan ke 31, dan tahun 2006 dengan urutan yang tak juga berubah. Inilah fakta yang terjadi mengenai Sumber Daya Manusia di Indonesia yang me-nunjukkan rendahnya kualitas sumber daya manusianya.

Di samping itu, dalam hal tulis menulis pun, mahasiswa seakan dalam keadaan terpaksa untuk melakukannya. Dalam menyusun makalah, mereka hanya melakukan copy paste tanpa berpikir keras dan tanpa menganalisisnya. Kehadiran internet seolah-olah menjadi kesempatan bagi mereka untuk melakukan plagiat. Mencari bahan tugas di internet tidak dilarang namun semestinya ada juga referensi buku dari perpus. Banyak mahasiswa yang berkunjung ke ruang skripsi yang ada di perpus untuk memindah analisis saja bukan mempelajari metode ilmiahnya. Jadi analisis mereka tidak murni lagi dan itu menjadi bagian dari plagiat. Hal ini menunjukkan kebiasaan mempelajari ilmu dan membaca tampak minim di kalangan mahasiswa. Membaca dan menulis sedikit banyak telah hilang dari peredaran aktivitas mahasiswa.

Tak bisa dipungkiri, bahwa aktivitas menulis merupakan salah satu produktifitas mahasiswa yang dapat menunjukkan eksistensinya. Sejak dulu, tokoh dan intelektual bangsa Indonesia, banyak terlahir dari tradisi menulis. Sebut saja, Soekarno, Bung Hatta, M.Natsir, Amien Rais, dan So hok Gie yang dapat mengkritik dan memberikan gagasan-gagasan cemerlang melalui tulisannya.

Selain budaya membaca dan menulis, forum diskusi di kalangan mahasiswa pun mengalami degradasi. Padahal, dengan adanya diskusi para mahasiswa dapat menyumbangkan pendapatnya dan bertukar pikiran. Diskusi yang ada dalam kelas dirasa kurang hidup. Tidak semua maha-siswa mau mengeluarkan pen-dapatnya dan bertanya. Hal ini senada dengan yang dikatakan aktivis IMM ini, Bagus Ardeni selalu Ketua Umum Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Klaten, “Kondisi intelektual mahasiswa saat ini mengalami kemunduran karena kurangnya diskusi yang dilakukan oleh para mahasiswa, yang ada hanyalah gaya hedonis dan pragmatis.”

Banyak mahasiswa yang seolah tidak mau tau perkembangan dan permasalahan yang sedang terjadi. Hanya mahasiswa tertentu yang mengikuti berita-berita terkini dan mampu merespon dengan baik. Padahal mahasiswa sebagai generasi muda yang dikenal intelektualnya seharusnya dapat mengerti per-masalahan bangsa saat ini dan mampu memecahkan masalah yang terjadi. “Padahal sebetulnya kalau melihat dari perkembangan se-harusnya mereka dituntut untuk lebih banyak membaca, namun hanya beberapa orang saja yang mengikuti perkembangan”, tutur Ketua Umum PC IMM Klaten.

Adapun gerakan mahasiswa yang terbukti sebagai sumber kekuatan terbesar dalam perjuangan reformasi. Mereka mampu menggulingkan rezim orde baru (Soeharto) yang dinilai tidak adil pada rakyat. Hal ini seperti yang ada dalam catatan Antonio Gramsci, seorang sosiolog Italia yang menuliskan bahwa suatu kelompok massa tidak dapat memilah dirinya untuk menjadi bebas tanpa kepekaan sosial yang luas untuk mengorganisasi diri, dan tidak ada organisasi tanpa kaum intelektual, organisator, maupun pemimpin.

Itulah sekilas deskripsi realitas kehidupan mahasiswa. Dalam kondisi bangsa seperti ini peran mahasiswa sangatlah penting untuk mengubah negara ke arah yang lebih baik lagi dan sudah menjadi tugas mereka untuk meneruskan perjuangan para tokoh-tokoh terdahulu yang perlu ditransformasikan pada tradisi intelektual. :P

Dikutib dalam diskusi dan pemaparan MASTA (masa Ta'aruf) Accounting Academi Muhammdiyah Klaten, 5 - 6 September 2009 di ruang session. Terimakasih By : Heroe Tjahyono.**