Komet dan Asteroid: Ancaman dari Luar Angkasa?

Saat menjadi Presiden Amerika Serikat, mendiang Ronald Reagan pernah menelurkan gagasan 'Space Wars' atau yang lebih dikenal sebagai 'Perang Bintang'. Kala itu sang presiden menggagas dikembangkannya senjata laser di orbit Bumi untuk menangkal rudal-rudal antarbenua milik musuh. Kini pertanyaannya adalah bagaimana bila musuh yang dimaksud bukan lagi sesama manusia, melainkan benda-benda pembunuh dari luar angkasa semisal komet atau asteroid? Padahal, ada asteroid yang mendekat Bumi pada 29 September nanti.
Masih ingat dengan Deep Impact? Film fiksi ilmiah produksi Hollywood ini berhasil mendulang kesuksesan dengan mengangkat tema yang sama dengan yang telah terjadi di Tunguska, Siberia, pada 1908 silam. Dalam film tersebut digambarkan planet Bumi menghadapi ancaman tumbukan dengan sebuah komet yang ditemukan secara tak sengaja oleh seorang remaja anggota klub astronomi. Demikian pula dengan film sejenis, Armageddon, yang meramu ketegangan dan semangat patriotik para cendekiawan urakan untuk menyelamatkan Bumi dari kehancuran akibat "bertemu muka" dengan asteroid raksasa dengan menjadi prajurit antariksa.
Realistiskah gambaran tentang kehancuran Bumi akibat penetrasi benda asing dari luar angkasa? Berapa besar kebolehjadian peristiwa seperti itu? Di sisi lain, bila peristiwa seperti itu benar dapat terjadi pada suatu saat di masa depan, apakah peradaban manusia masih akan eksis di muka Bumi ataukah sudah mampu bermigrasi ke sistem keplanetan lain sebelum terlambat?
Sejarah penemuan asteroid
Penemuan asteroid yang pertama terjadi lebih dari dua abad yang lalu, yaitu pada tahun 1801, oleh Piazzi seorang astronom Italia. Asteroid temuannya yang diberi nama Ceres, pada awalnya diduga sebagai planet yang hilang sebagaimana diramalkan oleh hukum Titius-Bode. Benda angkasa tersebut hingga kini memegang rekor sebagai asteroid terbesar di Tata Surya dengan taksiran garis tengah lebih dari 900 kilometer.
Asteroid terbentuk dari material yang menjadi saksi bisu dari proses terbentuknya Tata Surya sekitar empat setengah miliar tahun yang lalu di bawah pengaruh interaksi gravitasi. Sebagian besar populasi asteroid dijumpai berada di antara orbit planet Mars dan Jupiter, daerah yang dikenal sebagai Sabuk Utama (Main Belt). Selain asteroid yang mendiami daerah Sabuk Utama, ada pula kelompok asteroid dengan orbit yang berbeda, seperti kelompok Trojan dan kelompok asteroid AAA (Triple A Asteroids - Amor, Apollo, Aten).
Lain halnya dengan komet. Benda langit yang oleh banyak kultur bangsa diidentikkan dengan pertanda buruk ini berasal dari tepian Tata Surya. Awan Oort yang berada jauh di luar orbit Pluto dipercaya sebagai tempat pembiakannya. Seperti anggota Tata Surya lainnya, komet pun mengorbit Matahari. Akibat gangguan gravitasi dari planet-planet raksasa di Tata Surya, komet-komet tersebut dapat berubah orbitnya. Dari yang semula berada di tepian Tata Surya menjadi bermukim di Tata Surya bagian dalam menjadi komet berperiode pendek.
Trojan dan Triple A
Asteroid kelompok Trojan yang berada di orbit yang sama dengan orbit Jupiter merupakan fenomena tersendiri. Meskipun berada satu orbit dengan Jupiter, asteroid Trojan tidak pernah tersapu oleh planet raksasa ini. Satu kelompok berada di muka arah gerak Jupiter mengorbit Matahari dan satu kelompok lainnya berada di belakangnya. Andai kita menempatkan seorang pengamat di planet gas ini, akan tampak olehnya asteroid- asteroid Trojan tersebut diam relatif terhadap Jupiter. Pada tahun 1772, matematikawan Prancis bernama Joseph Lagrange telah menunjukkan bahwa tiga benda yang mengorbit benda pusat dalam formasi segitiga sama sisi akan memiliki orbit yang stabil. Karena garis hubung antara Matahari-Jupiter dan kedua kelompok asteroid tersebut membentuk dua formasi segitiga sama sisi, maka posisi 60 derajat di muka dan belakang Jupiter dalam orbit adalah tempat yang stabil. Di dua tempat tersebut tercapai yang disebut sebagai kemantapan gravitasi.
Lain lagi karakteristik orbit yang dimiliki asteroid kelompok Amor, Apollo, dan Aten. Menurut definisi, asteroid dan komet dengan jarak perihelion (q), yaitu jarak terdekat obyek ke Matahari, yang kurang dari 1,3 AU (1 Astronomical Unit adalah jarak rata-rata Bumi- Matahari, sekitar 150 juta km) digolongkan sebagai NEO (Near-Earth Objects). Asteroid- asteroid dalam kelompok Amor dicirikan dengan orbitnya yang memotong orbit planet Mars (1,017 AU $< q$< 1,3 AU), Aten dengan orbit yang lebih kecil daripada orbit Bumi, dan kelompok Apollo (q $< 1,017 AU) yang memiliki orbit memotong orbit Bumi. Benda- benda angkasa lainnya dengan orbit yang aneh, seperti populasi asteroid dalam kelompok Apollo di atas, dapat membahayakan kehidupan planet Bumi yang kita huni bila suatu saat di masa depan terjadi tumbukan antarkedua benda langit ini.
Di samping itu, komet-komet anggota NEO yang memiliki periode orbit kurang dari 200 tahun (komet-komet berperiode pendek) dikelompokkan tersendiri sebagai NEC (Near- Earth Comets). Asteroid dan komet tersebut memiliki orbit yang memungkinkan mereka berada dekat dengan Bumi. Anggota NEO yang nyata-nyata memiliki orbit memotong orbit Bumi disebut sebagai ECO (Earth-Crossing Objects). Hampir semua anggota NEO adalah asteroid sehingga NEO pun lebih dikenal dengan istilah NEA (Near-Earth Asteroids).
Menurut astronom yang menggeluti bidang kajian Obyek Kecil Tata Surya, populasi NEA dengan ukuran kecil ternyata lebih banyak daripada yang berukuran besar. Terdapat sekitar 1000 buah NEA dengan garis tengah lebih besar daripada 1 kilometer (yang terbesar berukuran kurang dari 25 kilometer) dan mungkin mencapai satu juta buah untuk garis tengah lebih besar dari 50 m, yaitu batas ukuran untuk bisa menembus atmosfer Bumi tanpa habis terbakar.
Kelompok PHA
Selain kedua kelompok di atas, dikenal pula kelompok PHA (Potentially Hazardous Asteroids) yang didefinisikan menurut kriteria tersendiri, yaitu semua asteroid dengan jarak interseksi orbit dengan Bumi £ 0,05 AU (sekitar 7.500.000 kilometer) dan magnitudo absolut (H) senilai 22 (setara dengan garis tengah obyek sekitar 150 meter). Artinya, asteroid-asteroid yang tidak dapat mendekati Bumi minimal pada jarak 0,05 AU tersebut atau yang garis tengahnya kurang dari 150 meter tidak akan dipertimbangkan sebagai kelompok PHA.
Benda-benda langit "kecil" seperti asteroid dan komet tidak selamanya berada dalam orbit yang stabil. Gangguan yang dialami saat mengorbit Matahari akibat perjumpaan dekat dengan planet-planet, misalnya, dapat mengubah orbit anggota Tata Surya tersebut. Contoh spektakuler untuk kasus tumbukan antara dua benda langit adalah yang dialami planet Jupiter dengan komet Shoemaker-Levy 9 pada tahun 1994 silam.
Dua tahun sebelum terjadinya peristiwa tumbukan tersebut, komet Shoemaker-Levy 9 yang mengorbit Jupiter sejak tahun 1970 melintasi titik terdekatnya ke planet raksasa ini sejarak 43.000-50.000 kilometer. Jarak tersebut lebih kecil daripada jarak aman yang diizinkan yang disebut sebagai limit Roche, menurut nama matematikawan Prancis Edouard Roche. Bila satelit alam atau bulan suatu planet berada pada jarak tertentu dari planet induknya, gaya pasang- surut planet dapat mengalahkan gaya gravitasi yang "mengikat" satelit atau bulan tersebut tetap utuh. Sebagai akibatnya satelit tersebut akan mengalami disintegrasi. Kejadian seperti inilah yang dialami komet Shoemaker-Levy 9; pecah berkeping-keping dan pecahan-pecahan tersebut menumbuk planet induk satu persatu selama sepekan dalam bulan Juli 1994.
Melihat potensi yang ditimbulkannya, tidak berlebihan bila keberadaan benda-benda angkasa tersebut perlu senantiasa dipantau untuk memperoleh informasi akurat tentang perubahan orbit yang dialaminya sehingga kita pun dapat dengan lebih baik memprediksikan kebolehjadian pertemuan dekatnya dengan Bumi dan lebih jauh lagi tindakan antisipasi bila akan terjadi tumbukan di masa depan. Artinya, aksi Bruce Willis bersama timnya dalam Armageddon yang sempat disinggung di awal tulisan ini tidaklah terlalu mengada- ada. Asteroid Asclepius yang termasuk dalam kelompok Apollo, pada tahun 1989 pernah mendekati Bumi hanya dalam jarak 800.000 kilometer saja atau sekitar dua kali jarak Bumi-Bulan.
Sejumlah tim yang terdiri atas astronom dari seluruh dunia saat ini tengah melakukan survei langit dengan kamera elektronik untuk menemukan NEO. Beberapa program di antaranya adalah LINEAR (Lincoln Near-Earth Asteroid Research) yang merupakan kerja sama angkatan udara Amerika Serikat dan NASA, NEAT (Near-Earth Asteroid Tracking) yang dikembangkan oleh Jet Propulsion Laboratory dengan pendanaan NASA, juga aktivitas-aktivitas serupa di Prancis, Jepang, dan China. Program lainnya, SPACEGUARD SURVEY, berkonsentrasi pada pencarian NEA bergaris tengah lebih dari 1 kilometer, ukuran yang cukup untuk menghasilkan bencana ekologi global di Bumi.
Ada yang mendekat!
Pada 29 September 2004 yang akan datang, asteroid Toutatis akan berdekatan dengan Bumi. Asteroid yang ditemukan pada 4 Januari 1989 oleh C Pollas di Prancis ini akan berada sejarak 0,0104 AU atau empat kali jarak Bumi-Bulan, jarak paling dekat ke Bumi dibandingkan dengan asteroid dan komet mana pun yang dikenal di Tata Surya untuk kurun waktu hingga tahun 2060. Konsekuensi dari seringnya berdekatan dengan planet-planet di Tata Surya adalah berkurangnya akurasi atas prediksi orbit benda-benda angkasa tersebut dalam jangka waktu beberapa abad ke depan. Dalam hal Toutatis, asteroid yang dikelompokkan ke dalam ECO (Earth-Crossing Objects) ini dikenal memiliki orbit paling chaos.
Dalam teori Chaos kita mengenal "efek sayap kupu-kupu" yang menggambarkan bagaimana sebuah gangguan kecil dapat menghasilkan kekacauan sistem dalam skala luas. Bukan mustahil fenomena alam berskala kecil dapat memberikan daya destruktif yang besar. Dalam lingkungan Tata Surya, bukan hal yang mustahil pula bila gangguan kecil pada gerakan komet atau asteroid yang berada dekat Bumi dapat menyimpangkan trayektori benda-benda tersebut di luar batas-batas toleransi yang dapat membahayakan kehidupan di planet ini. Ledakan besar setara dengan kekuatan bom hidrogen modern dalam peristiwa Tunguska yang diduga ditimbulkan oleh sebuah inti komet, pernah terjadi di Bumi tempat kita tinggal. Belajar dari pengalaman masa lalu meskipun kebolehjadian terjadinya peristiwa serupa masih kecil (bukan berarti tidak mungkin!), kita berharap dapat memperbaiki sistem perlindungan Bumi demi kelangsungan hidup umat manusia di dalamnya, sekarang dan masa depan.
Sumber : Kompas (3 September 2004)