Penegakan Syariat Islam tetap damai


Yogyakarta – Anggota DPR RI, Ali Mochtar Ngabalin menegaskan bahwa adanya pemboman yang terjadi di Indonesia tidak ada hubungannya dengan upaya penegakan Syariat Islam di hadapan peserta Pengajian Ramadhan PP Muhammadiyah, Ahad (30/08/2009) di Kampus UM Yogyakarta.

Dengan surban putih di kepalanya, Ali menegaskan pula bahwa penyebutan Jama’ah Islamiyah sebagai teroris sangat mengganggu ummat Islam. “Kami di DPR ada kesepakatan tidak tertulis untuk tidak mengatakan Jamaah Islamiyah untuk menyebutkan kelompok teroris itu” lanjutnya. “Terlalu mulia..” tegasnya disambut tepuk tangan hadirin.

Lebih lanjut Ali Mochtar mengingatkan kalau penyebutan gerakan radikal sebagai dalang terorisme juga bisa salah. “Bukankah apa yang dilakukan oleh Muhammadiyah sudah radikal ?” tanya tokoh yang pernah aktif di Ikatan Pelajar Muhammadiyah tersebut. “Bukankan ketika kita tidak qunut saat shalat subuh ketika orang semesjid melakukan qunut itu sudah radikal ?” lanjut Ali mencontohkan maksud radikalnya.

Selain mempermaslahkan istilah tentang Jama’ah Islamiyah dan Gerakan Radikal, Ali Mochtar Ngabalin juga meneceritakan tentang bagaimana ketatnya pemeriksaan di luar negeri kepada mereka yang diidentikkan teroris. “Difinisi mereka tentang teroris terlalu simple, ada tujuh kriteria, seperti celana yang nggantung, tumbuh jenggot dan mencukur kumis, atau kalau bertemu cium pipi kanan dan pipi kiri” terangnya disambut gelak tawa hadirin.

Hal lain yang ditegaskan Ali Mochtar adalah keberanian pemerintah untuk memberantas terorisme dan independensi pemerintah dalam pemberantasan terorisme. “Coba bayangkan, untuk mengepung rumah di Temanggung mengapa harus memakan waktu 14 jam” terangnya. Dalam hal independensi Ali Muhtar menyatakan bahwa kita harus benar –benar independent dalam merespon isu teroririsme ini, jangan terjebak isu buatan Amerika. “Indonesia bukan bagian dari amerika serikat, Indonesia bukan corong amerika serikat, Indonesia punya amerika serikat.” tegasnya berapi – api.