Segerakan Pendidikan Gratis

Menteri Pendidikan Bambang Sudibyo mengatakan Pemerintah pusat akan memberikan sanksi tegas kepada pemerintah daerah (Pemda) yang tidak menggratiskan pendidikan dasar tingkat SD dan SMP (SOLOPOS, 28/5).

Sekalipun Mendiknas belum memerinci lebih jauh soal bentuk sanksi yang akan dijatuhkan, namun ancaman tersebut rasanya cukup mampu menyentakkan kita semua. Faktanya, sekalipun program pendidikan gratis dicanangkan pada Januari 2009, namun sampai sekarang, hanya segelintir Pemda yang melaksanakan program tersebut. Di wilayah Soloraya, hanya Sukoharjo dan Wonogiri yang mencanangkan pendidikan gratis. Sementara, Pemkot Solo melalui Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) menargetkannya pada 2010.
Misi yang diemban pendidikan gratis adalah pemerataan kesempatan menikmati bangku sekolah bagi semua warga negara Indonesia, sesuai amanat Pasal 31 UUD 1945. Sementara, di tingkat internasional, Indonesia merupakan salah satu negara yang meratifikasi International Convenant on Economic, Social and Cultural Right (Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya). Piagam itu secara eksplisit menyebut negara yang meratifikasi kovenan itu wajib menyediakan pendidikan dasar bagi semua orang secara cuma-cuma.
Sekalipun namanya pendidikan gratis, sebenarnya peserta didik tidak benar-benar menikmati sekolah gratis. Peserta didik masih mengeluarkan biaya untuk keperluan pribadi seperti biaya transportasi, buku pribadi atau konsumsi. Jika siswa tak bisa memenuhi kebutuhan itu, dikhawatirkan putus sekolah seperti Lintang, salah satu tokoh novel Laskar Pelangi.
Alasan bahwa pemerintah daerah merasa berat melaksanakan pendidikan gratis, sebenarnya juga kurang tepat. Sebab, bila mengacu kepada Pasal 11 UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pemerintah dan Pemda wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi warga berusia 7 tahun-15 tahun. Sehingga, sebenarnya pendidikan gratis bukan semata menjadi tanggung jawab Pemda. Peran serta pemerintah pusat sudah terlihat dari gelontoran dana ke Pemda berupa bantuan operasional sekolah (BOS), dana alokasi umum (DAK) maupun BOS buku.
Selain itu, Mendiknas mempersilakan pihak sekolah menerima sumbangan dari orangtua siswa yang mampu, sebab sumbangan itu berbeda dari pungutan. Sumbangan dari orangtua siswa ini bisa untuk menutup biaya yang dikeluarkan pihak sekolah. Sekolah bisa menerapkan subsidi silang bagi siswa mampu dan tak mampu. Karena itu, alasan ketiadaan biaya bukan alasan yang tepat.