Salat merupakan salah satu ibadah yang sangat istimewa. Pasalnya, ibadah ini harus dilaksanakan oleh setiap muslim yang sudah balig, dalam kondisi apapun.

Di saat sehat atau sakit, lapang atau sempit, di rumah atau di jalan, muda atau tua, salat tidak boleh ditinggalkan. Tapi Allah telah memberikan beberapa keringanan terkait pelaksanaan ibadah salat.
Penjelasan itu disampaikan Pemimpin Pondok Pesantren Alqur’aniyy, Az Zayadiyy Solo, KH Abdul Karim, saat ditemui Espos di kediamannya, belum lama ini.
Bahkan di saat kondisi perang sekalipun, lanjutnya, salat tetap harus dilaksanakan. Hal ini seperti difirmankan Allah SWT dalam Alquran. ”Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang salat besertamu) sujud (telah menyempurnakan satu rakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersalat, lalu bersalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit, dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu,” (QS An Nisaa: 102).
Terkait keutamaan melaksanakan salat berjamaah, mubalig dari Santri Makaryo, Solo, Ustad Wasono Nurhadi, menjelaskan keutamaan salat berjamaah di antaranya adalah banyaknya pahala yang dijanjikan Allah SWT.
Rasulullah bersabda, “Salat berjamaah itu lebih baik 27 kali dibandingkan dengan salat sendirian,” (HR Bukhari, Muslim, At Tirmidzi dan An-Nasa’i).
Dalam hadis lain Rasulullah bersabda, ”Tiadalah seseorang berwudu dengan sempurna, lalu pergi ke salah satu mesjid (untuk salat berjamaah), melainkan bagi setiap ayunan langkahnya, Allah SWT mencatat satu kebaikan, mengangkatnya satu derajat dan menghapus darinya satu keburukan. Sungguh tidak ada seorangpun menunda-nunda salat (dengan salat di rumah), kecuali orang yang benar-benar munafik,” (HR Muslim, Abu Dawud, An Nasa’i).
”Hadis di atas menunjukkan keistimewaan salat berjamaah, khususnya di mesjid. Sehingga tidaklah mengherankan jika Rasulullah SAW, para sahabat dan generasi shalafush shalih senantiasa bersungguh-sungguh menjaga salat berjamaah, sebagaimana mereka berusaha menjaga ibadah-ibadah sunah yang lain seperti membaca Alquran, puasa sunah, bersedekah dan lainnya,” ungkapnya.
Terbebas dari api neraka
Sementara KH Abdul Karim mengatakan jika ada seorang muslim yang bisa melaksanakan salat di mesjid selama 40 hari berturut-turut, dengan sempurna, ia akan dibebaskan dari api neraka. Rasulullah bersabda, ”Seseorang yang senantiasa melaksanakan salat berjamaah di mesjid selama 40 hari, tanpa tertinggal takbir yang pertama (bersama imam), akan mendapatkan dua jaminan, diselamatkan dari azab neraka dan dibebaskan dari sifat-sifat munafik,” (HR At Tirmidzi).
”Salat yang paling istimewa adalah salat yang dilaksanakan di awal waktu secara berjamaah di mesjid. Makna awal waktu yakni ketika salat dilaksanakan setelah masuk waktu salat, sesudah ada azan dan melaksanakan salat sunah qobliyah,” jelasnya.
Dasar perintah salat tepat waktu, ujarnya, yakni firman Allah SWT, ”Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman,” (QS An Nisa: 103).
Keutamaan lainnya dari salat yang dilaksanakan secara berjamaah, ungkapnya, diterangkan dalam sebuah hadis. Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa yang melaksanakan salat dengan berjamaah akan diberi keutamaan oleh Allah SWT. Yakni dihilangkannya kesempitan hidup, siksa kubur diangkat, menerima catatan amal dengan tangan kanan, melewati shirat bagaikan kilat dan masuk surga tanpa hisab,” (Al Hadis).
Menurut Ustad Nurhadi, Rasulullah tidak pernah meninggalkan salat berjamaah di mesjid. Bahkan ketika hampir wafat, beliau tetap berupaya pergi ke mesjid. Itupun setelah Nabi Muhammad beberapa kali mencoba mengambil air wudu dan segera memaksakan diri pergi ke mesjid, dengan dipapah oleh Abbas RA dan salah seorang sahabat yang lain. ”Saat itu Nabi Muhammad sudah tidak kuat lagi berdiri tegak untuk salat. Atas permintaan beliau, Abu Bakar kemudian menjadi imamnya,” terangnya.