”Reduksi senjata tua!”

Jakarta (Espos) Pemerintah didesak berani mengambil langkah signifikan dan tepat untuk mengatasi berbagai kecelakaan pada peralatan utama sistem persenjataan (Alutsista) TNI, dengan audit total dilanjutkan dengan mengurangi (reduksi) persenjataan berusia tua.

Penegasan itu disampaikan dosen FISIP UI, Edy Prasetyono, Minggu (14/6). Menurut Edy, upaya audit total Alutsista adalah langkah awal yang harus diikuti dengan langkah reduksi berdasarkan data temuan dari hasil audit tadi.
Sebelumnya, empat prajurit TNI AU tewas setelah Helikopter Super Puma yang mereka tumpangi jatuh saat melakukan uji terbang di kawasan Lanud Atang Sendjadja, Bogor, Jumat (12/6).
”Nanti kan akan kelihatan mana senjata yang masih bisa dipakai sehingga layak dipertahankan dan mana yang tidak. Juga soal berapa anggaran dikeluarkan selama ini untuk membiayai perawatan seluruh persenjataan. Dengan begitu bisa diketahui berapa bisa dihemat jika senjata yang tidak layak direduksi,” ujar Edy sebagaimana dikutip dari Kompas Cyber Media.
Edy memperkirakan proses reduksi bisa memakan waktu empat sampai lima tahun jika memang mau dijalankan secara serius. Lebih lanjut, proses reduksi nantinya akan tetap memperhatikan kebijakan dan rencana strategis pertahanan negara di masa mendatang sesuai dengan doktrin dan strategi yang ditetapkan.
Selain itu juga langkah reduksi digelar dengan tetap memperhatikan kemampuan pertahanan negara dalam menghadapi ancaman, baik dari luar maupun dalam. Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertahanan, tetap harus memprioritaskan peran utama pertahanan TNI.
”Jadi ibarat pemerintah melakukan kebijakan perampingan terhadap industri strategis, yang dipertahankan cukup bisnis intinya saja. Sedangkan perampingan organisasi atau karyawan di luar bisnis inti tadi tetap dilakukan. Sewaktu-waktu ada uang, semua bisnis bisa dihidupkan kembali,” ujar Edy.
Menurut Edy, bisnis inti, yang selayaknya dipertahankan untuk tetap dimiliki TNI, juga terkait Alutsista pendukungnya, adalah yang terkait dengan pertahanan negara dari serangan luar, terkait kekuatan senjata sebagai efek penggentar (deterrent effect), dan terkait tugas TNI menghadapi kemungkinan pemberontakan dari dalam negeri.
”Setelah lima tahun tahap reduksi berlangsung, barulah pemerintah kemudian bisa melakukan tahap selanjutnya seperti tahap modernisasi Alutsista TNI,” ujarnya.
Edy juga menambahkan, legislatif juga harus terlibat aktif mengawasi seluruh proses mulai dari tahap audit hingga reduksi. Akan tetapi pengawasan itu tetap dilakukan dengan menjaga kerahasiaan informasi sensitif tertentu sehingga tidak malah membahayakan negara.
”Semua langkah konkret tadi harus segera dilakukan jika pemerintah memang tidak ingin muncul ketidakpercayaan di kalangan masyarakat terkait kemampuan TNI mempertahankan negara, atau yang lebih parah memunculkan demoralisasi di kalangan para prajurit TNI sendiri,” tegas Edy.
Saat dihubungi terpisah, Wakil ketua Komisi I DPR, Yusron Ihza Mahendra, menyatakan pihaknya Senin ini akan menggelar rapat internal khusus terkait sejumlah kecelakaan Alutsista TNI, yang terjadi bertubi-tubi, dan memakan banyak korban jiwa tersebut.
Kemungkinan besar rapat internal tersebut akan mengagendakan pemanggilan terhadap pemerintah, baik Dephan maupun Panglima TNI, untuk meminta mereka menggelar langkah konkret untuk menghentikan kemungkinan berulangnya kecelakaan terhadap Alutsista TNI di masa depan. - Oleh : Ant