Program Macan Kertas Revitalisasi Pertanian Presiden SBY

Genap empat tahun setelah dicanangkanya program tentang Revitalisasi Pertanian, Kehutanan dan Kelautan (RPKK) oleh Presiden Republik Indonesia (SBY) (tepatnya pada tanggal 11 Juni 2005 empat tahun lalu), ternyata sampai saat ini belum terlihat hasilnya. Bahkan sebaliknya, apa yang dapat kita lihat saat ini tentang pertanian di negara kita tidak ada perbaikan yang mendasar, malahan persoalan-persoalan klasik yang setiap tahun selalu menghantui para petani semakin terlihat jelas. Persoalan tersebut, misalnya: harga pupuk yang melambung tinggi dan sulit didapat, harga gabah yang selalu rendah, bidang peternakan yang terpuruk (adanya wabah flu burung), ilegal loging (penjarahan hutan) tetap merajalela, pencurian ikan dan kekayaan laut lainnya belum teratasi. Seharusnya dengan dicanangkannya RPKK oleh Presiden SBY merupakan momentum yang sangat tepat untuk kembali mengangkat citra Bangsa Indonesia dalam bidang pertanian dan penyediaan pangan yang berkualitas bagi bangsa ini. Swasembada pangan yang pernah tercapai beberapa tahun yang lalu, sekarang menjadi pekerjaan rumah yang sangat besar untuk diselesaikan. Harapan yang begitu besar yang kita gantungkan kepada pemerintahan SBY akan menjadi harapan yang kosong belaka. Karena implementasi kebijakan tentang RPKK Presiden SBY ini tidak jelas arahnya.

Mayoritas petani di Indonesia berpendapat, siapapun yang menjadi Presiden terpilih di Republik ini, jika masih tetap dengan paradigm lama maka dapat dipastikan dalam lima tahun ke depan mereka pasti tetap dalam kondisi yang sama dengan sekarang ini, yaitu mereka akan tetap miskin. Bagi para petani tidak banyak perubahan yang dapat diharapkan dari rencana Presiden SBY dengan melaksanakan rencana RPKK yang telah dicanangkan tersebut, karena tidak ada program yang baru yang ditawarkan untuk benar-benar dapat mengubah nasib mereka sebagai petani miskin yang hidup di pedesaan. Dugaan ini sangat beralasan, mengapa demikian, marilah kita cermati apa-apa yang dapat memperkuat dugaan para petani tersebut, paling tidak ada tiga alasan yang dapat memperkuat dugaan tersebut. Pertama, walaupun Presiden SBY adalah Doktor dalam bidang Pertanian, tetapi Presiden SBY tidak memiliki visi dan misi yang jelas tentang sistem pengembangan pertanian yang ada ditanah air kita saat ini. Kedua, Presiden SBY juga tidak mempunyai komitmen yang kuat untuk mengangkat harkat dan martabat para petani miskin yang ada dipedesaan. Ketiga, Pemerintahan Presiden SBY tidak memiliki Menteri (Pembantu Presiden) yang kuat dan yang benar-benar mengerti tentang sistem dan organisasi pertanian yang ada di negara kita saat ini. Maka dari ketiga alasan tersebut sudah cukup bagi para petani untuk memreediksikan tentang nasib mereka dalam lima tahun ke depan akan tetap sama seperti halnya sekarang, yaitu menjadi petani yang tetap miskin. Pada tulisan ini akan dibahas usulan-usulan yang mungkin dapat dijadikan perhatian khusus bagi pemerintahan JK - Wiranto jika terpilih untuk mempunyai komitmen yang kuat mengangkat harkat hidup para petani/peternak miskin dan pengusaha kecil di pedesaan, sehingga harapan mereka terhadap pemerintahan dapat menjadi kenyataan. Tulisan ini juga dibuat dalam rangka diadakannya Peluncuran Buku Sistem Pertanian Quantum (Petani Center) yang pertama yang akan dilaksanakan di Makassar dari tanggal 30 Juli 2009. Dalam tulisan ini akan dibahas masalah-masalah pertanian berkelanjutan secara luas dan usulan-usulan yang dimungkinkan untuk dapat merealisasikan rencana penerapan dan implementasi Sistem Pertanian Quantum yang akan dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia terpilih.

Adapun usulan-usulan untuk JK Wiranto tersebut adalah:

1). Mengubah citra padi sebagai tanaman politik. Padi merupakan komoditi politik yang sangat penting di Negara kita, seorang Menteri sangat takut dengan kekurangan stock padi/beras nasional ketimbang bagai mana memperhatikan nasib dari petani itu sendiri. Petani dipaksa memproduksi padi sebanyak-banyaknya, tetapi pemerintah tidak pernah memperhatikan nasib mereka. Coba kita perhatikan nasib para petani, apakan ada petani yang kaya?, bahkan untuk hidup kecukupan saja sudah sangat sulit. Pada saat panen raya, malahan harga gabah di pasaran jatuh, para petani yang merasakan akibatnya. Di lain pihak, pada saat tidak pada musim panen pemerintah import beras, harga beras murah dan harga gabah kembali jatuh, lagi-lagi petani yang dirugikan. Jadi kalau kita masih berpikir bahwa petani identik dengan padi, maka selamanya petani tetap miskin dan miskin. Pemerintah seharusnya sudah tidak lagi menjadikan padi sebagai tanaman politik. Padi harus menjadi tanaman opsional, biarkan petani yang memilih komoditi yang akan ditanam, dan pemerintah harus melindungi petani dan sekaligus konsumen bukan lagi hanya menjaga stabilitas harga gabah/beras yang murah, tetapi dengan mengorbankan kepentingan para petani.

2). Memperbaiki Sistem subsidi sarana produksi pertanian yang keliru. Sistem subsidi sarana produksi pertanian (pupuk dan obat-obatan) adalah kebijakan lain dari pemerintah yang selama ini yang dianggap salah. Petani tidak perlu disubsidi pupuk, karena dengan harga pupuk yang rendah malah menyebabkan pupuk tidak pernah sampai ketangan para petani. Pupuk dengan harga murah malah banyak disalah gunakan oleh oknum-oknum tertentu untuk diselundupkan/diekspor secara ilegal ke luar negeri. Para petani tidak perlu disubsidi pupuk dan obat-obatan. Tetapi biarkan petani mendapatkan harga pupuk dan obat-obatan dengan harga yang wajar di pasaran. Harga pupuk dan obat-obatan akan bersaing secara sehat di pasaran, dan pada akhirnya para petani akan diuntungkan apabila harga gabah hasil panen mereka dihargai oleh pemerintah dengan harga yang wajar. Di lain pihak petani akan bergairah untuk memproduksi gabah sebanyak-banyaknya, dan juga penyalahgunaan subsidi sarana produksi pertanian (pupuk dan obat-obatan) dapat dihindari, sehingga kerugian pemerintah dapat dikurangi dan masyarakat luas terjamin kebutuhan hidup pokoknya. Sistem inilah yang saya sebut dengan sistem subsidi hasil produksi untuk kepentingan masyarakat luas baik para petani ataupun masyarakat konsumen pada umumnya.

3). Mengoptimalkan sistem pertanian terintegrasi yang berkelanjutan (SPTB). Sistem pertanian yang juga kurang mendapat perhatian oleh pemerintah saat ini adalah sistem pertanian terintegrasi yang berkelanjutan (SPTB). Sudah kita ketahui bersama bahwa pada saat-saat krisis ekonomi yang lalu, secara umum hanya sektor industri kecil yang dapat bertahan hidup. Sedangkan secara khusus disektor pertanian hanya sub sektor peternakan tradisional yang menyelamatkan kehidupan para petani miskin di pedesaan. Dari hasil statistik menunjukkan bahwa pada tahun 2005 ada lebih kurang 40 juta penduduk Indonesia yang miskin. Kalau diasumsikan 60-70% nya tinggal di pedesaan sebagai petani maka ada 24 - 28 juta petani miskin yang hidup dipedesaan. Mereka pada umumnya petani dan buruh tani yang miskin, bahkan sebagian besar berpendapatan di bawah satu US dolar perhari. Sampai saat ini mereka masih dapat bertahan hidup karena adanya sistem pertanian yang terpadu. Sistem ini adalah dengan memadukan pertanian tanaman pangan dengan peternakan tradisional. Inti dari sistem SPTB adalah meningkatkan pendapatan para petani dari hasil samping mereka beternak. Dengan sentuhan teknologi tepat guna dan pendampingan serta kemudahan akses permodalan petani diberi kesempatan untuk mengembangkan peternakan tradisionalnya dalam batas-batas tertentu yang masih memungkinkan untuk di kembangkan.

4). Mendirikan Bank Kredit Pertanian (BKP). Kendala utama dalam Sistem Pertanian Terintegrasi yang Berkelanjutan (SPTB) ini adalah masalah permodalan. Tidak satupun sistem lembaga keuangan/perbankan yang ada saat ini yang memihak kepada para petani miskin dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di pedesaan. Di lain pihak, usaha pemerintah selama ini untuk pemerataan akses permodalan kepada para petani dan UKM adalah dengan memberikan kredit murah atau bersubsidi yang tidak mengikuti sistem yang ada pada lembaga-lembaga keuangan yang resmi. Sistem pemberian kredit murah atau bersubsidi kepada para petani dan UKM adalah langkah-langkah kebijakkan pemerintah yang selama ini dianggap tidak mendidik dan keliru. Seharusnya para petani dan UKM tidak harus mendapatkan kredit murah dan bersubsidi, tetapi para petani harus dididik untuk mendapatkan akses permodalan yang wajar dari lembaga keuangan yang resmi. Akses kemudahan untuk mendapatkan permodalan oleh para petani dan UKM pada BKP tidak menggunakan sistem agunan yang lazim digunakan pada lembaga-lembaga keuangan lainnya yang selama ini sangat menyulitkan bagi para petani dan UKM untuk mendapatkan kredit permodalan yang diharapkan. Dengan demikian para petani dan UKM pada akhirnya akan mampu bersaing secara sehat dalam mengakses permodalan dari lembaga-lembaga keuangan lainnya.

5). Membentuk Menko Agrohanpan. Selain sistem teknis pertanian yang telah dibahas di atas, maka pemerintahan yang juga harus memperhatikan/memperbaiki sistem organisasi departemen yang menyangkut sistem pertanian yang luas (agrokompleks) dan ketahanan pangan yang ada saat ini. Ada lebih dari 220 juta rakyat Indonesia yang akan tergantung dari sistem ini. Apabila sistem agrokompleks dan ketahanan pangan ini tidak mendapat prioritas untuk dibenahi oleh pemerintah yang akan datang, maka besar kemungkinannya akan menyebabkan gangguan perekonomian negara secara menyeluruh. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan untuk efisiensi dari masing masing Departemen yang terkait, maka perlu dipertimbangkan untuk membentuk satu Menko lagi, selain Menko Polkam, Menko Kesra dan Menko Perekonomian, yaitu Menko Agro dan Ketahanan Pangan (Menko Agrohanpan). Menko ini akan mengkoordinasi Departemen-departemen yang terkait seperti halnya Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, serta Departemen lainya yang berhubungan dengan ketahanan pangan. Dengan adanya satu koordinasi yang baik di tingkat pusat akan juga dapat menyelaraskan dinas-dinas yang terkait yang ada didaerah yang saat ini ada kekacauan dengan berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah.

Tulisan ini hanya sebagian kecil permasalahan yang ada di dunia pertanian kita saat ini, perlu komitmen yang kuat terutama bagi pemerintahan baru JK-Wiranto jika terpilih untuk benar-benar berkeinginan mengangkat harkat dan martabat para petani di Tanah Air yang kita cintai ini, dengan membuat program-program yang terencana untuk jangka pendek, menengah dan panjang. Kalau hal ini tidak dijadikan prioritas utama bagi program pemerintahan JK - Wiranto, maka dicanangkannya program penerapan Sisitem Pertanian Berkelanjutan sebagai lanjutan kegagalan dari program Revitalisasi Pertanian, Kehutanan dan Kelautan (RPKK) oleh Presiden SBY tanggal 11 Juni 2005 empat tahun lalu, yang sangat jelas merupakan slogan kosong belaka.