Para Capres Melihat Petani

Para calon presiden kita, sangat ahli mengulas persoalan petani yaitu benih, pupuk, kredit pertanian murah, pembangunan irigasi dan harga. Padahal, ada isu utama yang dirasakan oleh petani gurem dan buruh tani. Yaitu mereka tidak punya tanah atau sedikit sekali punya tanah (di Jawa rata-rata kepemilikan 0.17 ha).

Sebelumnya, program SBYdan JK dahulu Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK). Program ini telah menghantarkan pemerintah kembali berswasembada beras. Meskipun, Departemen Perdagangan dan Bulog pernah bersikukuh impor beras. Pada tahun 2007 SBY dan JK pernah menjanjikan akan meredistribusikan tanah seluas 9.1 Juta hektar kepada petani miskin. Dan, wacana tersebut tidak beranjak ke tataran praksis sampai sekarang.

Sekarang, sebagai Capres JK mengulas tentang keberhasilan tentang swasembada beras. Keberhasilan program semacam ini patut dikampanyekan. Meskipun kampanye semcam ini, tidak sepenuhnya mampu menarik petani untuk memilih. Sebab, bukankah petani kita sebagian besar adalah petani gurem dan buruh tani.

Mega-Pro mau mencetak 2 juta hektar sawah. Mencetak sawah buat siapa belum dijelaskan. Apakah semacam rice estate yang memposisikan petani sebagai pekerja. Kemudian membangun 4 juta hektar kebun aren. Ini agak aneh, sebab empat juta perkebunan aren ini mungkin akan menebang kembali hutan kita seperti pembangunan perkebunan sawit selama ini. Kemudian, dengan masa panen yang lebih dari 5 tahun apakah relevan untuk petani kita. Jika tidak dijelaskan dengan baik, jangan-jangan ini program perusahaan pertanian bukan program untuk petani.

Kalau SBY, para ekonom di sekelilingnya mungkin tidak akan pernah percaya bahwa redistribusi tanah akan meningkatkan pendapatan petani dan konsumsi mereka terhadap produk industri nasional. Apalagi, sejak tahun 2007 SBY hanya mampu berjanji tanpa aksi.