Orang Tua Pintu Berkah Tuhan

RASULULLAH pernah bersabda, “Mereka yang usianya melebihi umurku, itu
tanda disayang Tuhan. Mengapa? Karena Tuhan masih memberi kesempatan
untuk menebus dosa-dosanya dengan memperbanyak amal kebajikan.”

Masih menurut sabda Rasul, mereka yang usianya lanjut dan kondisinya
mendekati pikun, malaikat hanya mencatat amal kebajikannya; sedangkan
jika berbuat salah, tidak lagi dicatat karena mereka tak ubahnya anak
kecil.Barang siapa yang merawat orang tua yang sudah uzur, maka Tuhan
akan mencurahkan berkah dari langit karena telah menjaga dan melayani
titipan-Ku di muka bumi dengan penuh kasih sayang.

Sabda Rasul di atas sangat menarik direnungkan. Dari sudut pandang
ilmiah, dan persis dikemukakan Alquran, ketika seseorang memasuki usia
lanjut, maka perilakunya kembali seperti anak kecil. Tidak lagi
mandiri,sehingga butuh dilayani. Bahkan ada pula yang banyak tuntutan
sebagaimana anak kecil yang selalu merengek minta macam-macam dan marah
kalau ditunda-tunda. Makanya sungguh merupakan kemuliaan dan kebajikan,
siapa yang dengan sabar dan penuh cinta kasih merawat orang tua, maka
Tuhan berjanji mencurahkan berkah dari langit bagi mereka.

Atas dasar cinta kasih dan ajaran tersebut, para penganut agama yang
taat pasti akan memperlakukan orang tuanya sedemikian rupa. Mereka
dilindungi, dilayani, dan dihibur, bukannya dititipkan atau dibuang ke
rumah jompo. Kalaupun ada gagasan untuk menitipkan orang tua agar
memperoleh pelayanan yang bagus, mungkin bisa dipikirkan membangun
semacam “wisma manula” yang bagus, menggabungkan unsur-unsur pesantren,
wisma dan vila.

Para orang tua itu tinggal di rumah yang nyaman layaknya di vila. Lalu
dilengkapi dengan kurikulum pembelajaran semisal pendalaman agama,
alat-alat musik, kegiatan melukis, cocok tanam, dan kerajinan tangan,
sehingga hari-hari mereka diisi kegiatan yang menyenangkan dan bermutu.
Sering para orang tua itu mengeluh, sulit bertemu teman lama untuk
berbagi cerita mengisi waktu-waktunya yang kosong.

Sementara mau berbagi waktu dengan anak atau cucu mereka sudah sibuk
dengan acara masing-masing. Di hari-hari tua itu mereka sangat
memerlukan perhatian dan aktivitas hidup yang lebih bermakna. Di antara
mereka bahkan ada yang baru sempat mendalami agama karena sebelumnya
sibuk mengejar karier. Ada lagi yang baru memulai belajar membaca kitab
suci dan menghafalkan bacaan sembahyang.

Mereka senang sekali ketika memperoleh bimbingan bersama teman sebaya
dalam suasana yang riang dan damai. Saya bayangkan,begitu banyak
eksekutif muda yang sukses secara materi di Indonesia ini. Pasti mereka
akan senang dan mau mengeluarkan biaya untuk membahagiakan orang
tua.Betapa mulianya kalau saja mereka menjadi sponsor pendirian semacam
universitas terbuka untuk orang-orang tua,mereka tinggal di residen
semacam hotel, namun berfungsi sebagai pesantren luhur untuk mengisi
hari-harinya dengan kegiatan yang bermakna semisal mendalami agama,
bersosialisasi dengan teman sebaya.

Sekali-sekali diadakan perlombaan antarmereka, pasti para orang tua itu
akan sangat senang, bukannya merasa dibuang. Di tempat ini mereka
dikondisikan untuk merasa kuliah lagi mempersiapkan diri menghadapi
perjalanan lanjut setelah kematian mereka. Saya termasuk senang
berbincang- bincang dengan orang tua yang sudah lanjut usia.Saya banyak
belajar dari mereka, bagaimana rasanya menengok lembaran hidup yang
telah lalu dan membayangkan hari-hari depannya.

Ada di antara mereka yang sedih, bahkan menangis, ketika diajak membaca
ulang lembaran hidup mereka yang lewat. ”Masa laluku hitam, malu dan
sedih mengenangnya. Saya ingin bertobat,tapi saya tidak yakin mampu
membayar dan menebus dosa-dosaku,”katanya.”Saya ingin sekali belajar
tasawuf, tetapi tidak tahu siapa gurunya,”katanya. Ada juga yang dengan
semangat menceritakan perjuangan dan kesuksesan masa lalu.

Bagaimana dulu mereka berjuang melawan penjajah demi kemerdekaan
Indonesia. Mereka siap mengorbankan jiwa.Namun menjadi sedih ketika
menyaksikan kondisi negara, bangsa, dan rakyat di negeri ini belum
sejahtera. Para elitenya sibuk saling bertengkar memperebutkan fasilitas
rakyat dan negara. Tradisi menghormati orang tua, termasuk generasi
pendahulu, rasanya semakin pudar di negeri ini.Tata krama dan sopan
santun yang menjadi budaya masyarakat Nusantara kian kabur.

Perlu dibedakan antara sopan santun dan sikap feodal.Itu dua hal yang
sangat berbeda. Kita boleh saja berbeda pendapat dengan orang tua,namun
cinta kasih dan hormat mesti dipertahankan.Cium tangan orang tua
bukanlah aib.Bukan pula sikap kolot.Itu tanda sayang dan hormat. Saya
sering tercenung, mengapa kita kurang terbiasa menghargai para pendahulu
yang telah ikut berjasa menyambung mata rantai generasi dan kehidupan
berbangsa serta bernegara?

Terlepas apa pun alasannya, saya sedih setiap membaca berita, sekian
mantan pejabat tinggi setelah purnatugas dipanggil KPK,lalu masuk
tahanan. Tentu kita semua mesti mendukung langkah KPK dalam
pemberantasan korupsi, namun hati terasa perih menyaksikan relasi
antargenerasi di negeri ini saling hujat-menghujat. Kita mendambakan
munculnya generasi muda yang santun dan hormat kepada generasi
tua,sementara pada jajaran generasi tua juga menunjukkan sikap
lapang,edukatif,dan apresiatif terhadap yang muda untuk mengambil peran
mengganti generasi pendahulunya dalam membangun bangsa.

Orang tua itu sumber berkah dari langit.Mari kita muliakan dan sayangi
mereka. Sukses seorang anak tidak mungkin dilepaskan dari jasa orang
tua. Tak pernah berhenti orang tua berdoa demi kebaikan kita.Tetapi
ketika sudah masuk ranah politik, suasananya memang lain. Muncul
perubahan kultur secara drastis.Sikap lapang dan kesantunan cenderung
hilang. Yang sudah tua dan sebaiknya cukup berperan sebagai suporter dan
penasihat, masih juga tidak mau turun panggung.

Mereka tidak mau kalah ikut bersaing dengan yang muda. Akibatnya, relasi
antargenerasi bukannya saling asih, asah dan asuh, melainkan saling
gasak. Adalah menjadi sunatullah, cinta orang tua pada anak itu bagaikan
air hujan yang selalu tercurah ke bawah, sementara yang memantul balik
ke atas hanya sedikit. Untuk membuktikan aksioma ini sangat mudah.Coba
saja hitung, sehari berapa kali seorang ayah atau ibu menelepon anaknya.

Tetapi seberapa sering kita menelepon orang tua kita dibanding menelepon
anak-anak kita? Hampir setiap waktu orang tua selalu memikirkan anak,
tetapi perhatian pada orang tua tidak seberapa dibanding pada
anakanaknya. Karena itu sangat logis dan mulia Tuhan menjanjikan curahan
berkah bagi mereka yang mencintai dan merawat orang tuanya secara tulus.

Betapa indahnya sebuah keluarga, masyarakat dan bangsa yang memiliki
tradisi untuk selalu memuliakan orang tua. Sebaliknya, akan sangat
terpuji orang tua yang senantiasa memberi suri teladan yang baik dan
mencurahkan cintanya secara tulus pada putra-putri mereka yang masih
muda.(*)