Mengkritisi Hubungan antara Wartawan dan Humas

MENARIK sekali posting di milis jurnalisme, sampai-sampai membuat saya harus membaginya di sini

Selama ini, hubungan antara humas sebuah instansi atau perusahaan dan wartawan memang seperti tabu untuk dibahas. Seperti dalam posting itu, hubungan keduanya bersifat simbiosis mutualisme (saling menguntungkan). Namun sejauh mana sebaiknya kemesraan dibina?
===========================================

Hubungan Humas-Wartawan, Jangan Terlalu Mesra

Oleh: S. SAHALA TUA SARAGIH

*HUBUNGAN* antara pejabat (praktisi) hubungan masyarakat (humas) dengan
wartawan (biasa pula disebut pers), bagaikan hubungan dua orang teman atau
mitra yang saling memerlukan. Hubungan kedua orang yang bermitra tersebut
bersifat simbiosis mutualisme (saling membutuhkan). Hubungan mereka saling
bergantung (interdependen). Mereka benar-benar saling membutuhkan. Dengan
demikian, tak satu pihak pun yang boleh menganggap dirinya lebih tinggi dan
penting daripada mitranya. Posisi kedua mitra tersebut setara (sama tinggi,
sama rendah), namun peran atau fungsi, motif dan tujuan kegiatan
masing-masing saling berbeda.

Humas di lingkungan lembaga pemerintahan daerah, baik lembaga eksekutif
maupun legislatif (DPRD), bekerja atas nama dan untuk rakyat atau masyarakat
daerah setempat. Mereka bekerja berdasarkan mandat masyarakat. Oleh karena
itu, mereka yang bekerja di pemda dan DPRD wajib melaksanakan isi mandat
masyarakat yang diembankan ke atas pundak mereka. Mereka wajib melayani dan
memenuhi kebutuhan masyarakat atau membantu masyarakat dalam pemenuhan
kebutuhan masyarakat yang niscaya sangat beragam.

Demikian pula halnya dengan wartawan. Mereka bekerja berdasarkan mandat
masyarakat. Ada dua hal pokok isi mandat masyarakat yang diembankan kepada
lembaga pers, yang diaktualisasikan wartawan, yakni hak tahu dan hak
memberitahukan. Wartawan wajib mewujudkan isi kedua hak masyarakat tersebut.
Nah, salah satu sumber atau narasumber yang sangat penting yang menjadi
mitra kerja wartawan pastilah humas pemda dan humas DPRD. Untuk mewujudkan
hak tahu masyarakat, wartawan harus tekun dan gigih mencari fakta-fakta
(informasi) penting yang dibutuhkan masyarakat di daerah yang bersangkutan.
Agar ini dapat diwujudkan wartawan, humas sebagai mitranya harus selalu siap
menjawab pertanyaan dan memenuhi permintaan wartawan akan fakta-fakta
penting yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat daerah, yang pasti
sangat beraneka.

Ini berarti humas dan wartawan sesungguhnya sama, yakni sama-sama abdi
(pelayan) masyarakat. Bedanya, humas yang umumnya berstatus PNS, pastilah
digaji negara melalui lembaga pemerintahan, sedangkan wartawan yang umumnya
berstatus pegawai swasta, pastilah digaji perusahaan di mana mereka bekerja.
Meskipun status dan jenis instansinya berbeda, namun kedua mitra ini harus
benar-benar mampu bekerja sama dengan baik dalam posisi dan sikap saling
menghormati dan menghargai mitra masing-masing.

*5 kiat penting *

Nah, agar hubungan kemitraan ini dapat berjalan dengan baik dan tujuan
mereka dapat diwujudkan secara optimal, yakni melayani dan memenuhi
kebutuhan masyarakat dengan sebaik-baiknya, maka ada beberapa hal yang
sangat penting dilakukan tiap pejabat atau praktisi humas di lingkungan
pemda dan DPRD di Tanah Air.

Pertama, hubungan humas dengan wartawan bersifat profesional. Selain
melayani masyarakat, humas wajib melayani wartawan secara profesional. Humas
jangan berhubungan terlalu mesra dengan wartawan. Kedua belah pihak,
terutama masyarakat yang mereka layani, pasti rugi bila tak ada jarak yang
pas antara humas dengan wartawan. Sebagai ilustrasi, dua sejoli yang saling
merapatkan wajah (baca: berciuman) pastilah tak mampu melihat wajah
pasangannya dengan cermat karena jarak pandangnya tidak pas. Mata
tidak/kurang difungsikan, yang berfungsi hanya perasaan (emosi). Celakanya,
bila suatu ketika personel humas berselisih atau bertengkar dengan mitra
mesranya (wartawan). Maka akibat buruknya tak saja merugikan kedua belah
pihak, tapi terutama merugikan masyarakat yang mereka layani, di samping
niscaya merugikan lembaga masing-masing. Tanpa mengurangi hubungan mesra,
humas harus senantiasa berinisiatif menjaga jarak yang pas dengan mitra
sejajarnya (wartawan). Hubungan kedua belah pihak harus sehat, terhormat,
dan bermartabat.

Di mata wartawan humas harus berwibawa, wibawa yang alamiah, bukan sok
berwibawa atau wibawa yang dibuat-buat agar disegani wartawan. Humas yang
profesional pastilah cerdas, berpengetahuan sangat luas (terpelajar),
disiplin, dan benar-benar menguasai bidang pekerjaannya. Ia juga sanggup
menganalisis dengan tajam tiap berita di media massa yang menyangkut daerah,
instansi, dan para pejabat pemda/DPRD yang bersangkutan. Dengan demikian,
humas mampu memberikan masukan yang baik terhadap para pengambil keputusan
di instansi di mana ia bekerja. Humas yang benar-benar mampu bekerja secara
profesional, termasuk menjaga jarak yang pas dengan mitranya, pastilah
dhormati, disegani, dan dipercayai wartawan.

Kedua, humas harus mengetahui seluk-beluk dunia wartawan atau jurnalisme,
termasuk irama kerja wartawan di tiap jenis media massa serta fungsi media
massa. Ini berarti humas mesti tahu nilai-nilai berita, tenggat waktu
laporan wartawan, peta media massa baik di tingkat daerah maupun di tingkat
nasional, Kode Etik Jurnalistik, Kode Etik (Pedoman Perilaku) Penyiaran,
Undang-undang No. 40/1999 tentang Pers, Undang-undang No. 32/2002 tentang
penyiaran, kekuasaan atau kekuatan media massa, visi dan missi media massa
yang beredar/beroperasi di wilayahnya, dan sebagainya.

Ketiga, humas juga harus/perlu memiliki kemampuan praktik jurnalisme, yakni
meliput, wawancara, memotret, menulis berita langsung, berita khas (feature
news), dan artikel opini. Selain memperkaya pengetahuan dan praktik melalui
bacaan dan pelatihan jurnalisme, humas juga perlu sekali-sekali magang di
media massa, terutama di media massa besar.

Keempat, humas harus mampu mengenal wartawan dan redaktur secara personal.
Ini sangat penting, agar humas mampu berkomunikasi dengan efektif dengan
mitranya. Humas harus tahu tingkat/jenis komunikasi yang lazim digunakan
wartawan yang sedang berbicara dengannya. Sesuai latar belakang budaya
daerah dan tingkat pendidikan, tiap wartawan pastilah memiliki gaya
berkomunikasi masing-masing. Ada wartawan yang lazim menerapkan komunikasi
konteks rendah (menyatakan sesuatu secara halus atau “berputar-putar”, tak
langsung ke tujuan). Tapi ada pula wartawan yang biasa menerapkan komunikasi
konteks tinggi (berbicara blak-blakan atau berterus terang, langsung ke
tujuan). Humas harus mampu berbahasa dengan baik sesuai bahasa dan tingkat
bahasa (abstraksi) wartawan yang sedang dihadapi. Humas perlu tahu pula
riwayat hidup wartawan yang biasa atau rutin meliput di lingkungan kerja
pemda dan DPRD, misalnya tanggal lahir/perkawinan. Humas juga perlu
memerhatikan ulang tahun media massa yang beredar/beroperasi di daerahnya.
Dengan demikian, humas dapat menjalin hubungan insani (human relations)
secara efektif dengan mitranya.

Kelima, humas jangan bersikap diskriminatif terhadap wartawan/media massa.
Semua wartawan profesional (muda atau tua, kaya atau miskin, berpenampilan
keren atau “kumuh”) dan media massa (besar atau kecil, lokal atau nasional,
baru atau lama, partisan atau independen) harus diperlakukan dengan adil
(tak ada “anak emas” dan “anak tiri”). Hal terpenting, humas wajib melayani
hanya wartawan yang benar-benar wartawan. Humas tak perlu melayani, apalagi
“memiara” wartawan “CNN” (cuma nanya-nanya) alias wartawan yang tak memiliki
media massa. Yang dimaksud melayani di sini adalah memberikan fakta-fakta
atau informasi penting yang dibutuhkan oleh khalayak media massa di mana
wartawan yang bersangkutan bekerja. Ini berarti humas tak boleh merusak
idealisme atau profesi wartawan dengan memberikan uang atau yang sejenisnya.
Humas sama sekali tak berurusan dengan pemenuhan kesejahteraan wartawan. Ini
adalah urusan pihak manajemen perusahaan media massa di mana wartawan itu
bekerja.

Inilah kiat utama humas menghadapi wartawan (pers). Bila kelima hal pokok
ini dapat diwujudkan dengan baik, niscaya humas sanggup bekerja secara
efektif dan efisien dalam melayani masyarakat di wilayah Jabar. Selamat
bekerja secara profesional! Tuhan memberkati Anda! *(penulis adalah dosen
jurnalistik fikom unpad)***