Lingkungan Hidup dan Moralitas Religius

Slogan yang terus disosialisasikan “Lakukanlah penyelamatan terhadap lingkungan hidup sekarang juga!” oleh para aktivis lingkungan adalah bentuk kepedulian terhadap ayat-ayat kauniyah (alam semesta) yang terhampar di sekeliling kita.

Gejala kerusakan lingkungan sudah sedemikian parah dari mulai gempa, longsor sampai musibah seperti jebolnya tanggul Situ Gintung, yang ”diakibatkan” ketidakpedulian manusia sebagai khalifatullah fil ardl (khalifah di bumi) terhadap pelestarian alam. Beberapa data memprihatinkan terkait kerusakan lingkungan, baik secara nasional maupun global yang bisa dijadikan kajian dan renungan kolektif. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), pada 2006, penghuni bumi kehilangan 200 juta hektare hutan. Sebaliknya, jumlah gurun pasir bertambah 120 juta hektare berikut punahnya ribuan bio-diversity (keanekaragaman hayati). Sementara itu, Indonesia telah melakukan penggundulan hutan secara ekstrem, sehingga kita kehilangan 1,8 juta hektare hutan per tahun atau sekitar 40% hutan kita telah rusak.
Sumber daya alam dan lingkungan yang dieksploitasi secara berlebihan akan mengakibatkan bencana yang datang silih berganti, air mata belum kering, muncul bencana lainnya.
Pendidikan lingkungan
Problem lingkungan cukup kompleks, semakin serius tetapi kesadaran dan kearifan manusia justru semakin memprihatinkan. Kerusakan lingkungan alam sudah merangsek ke seluruh segmen lingkungan yang mengglobal. Perangkat untuk meminimalkan dampak kerusakan lingkungan tersebut telah diupayakan dengan berbagai jalan namun kerusakan semakin bertambah. Hal ini bisa jadi karena perangkat tersebut masih bersifat lokal dan lebih dari itu, perangkat tersebut bersifat elastis. Elastisitas perangkat tersebut menjadikan semakin longgarnya penegakan hukum atas pelanggaran lingkungan. Mentalitas orang sudah sampai kepada kebutuhan yang serba praktis. Kemudian orang berpaling kepada peletak dasar utama mentalitas dan sikap perilaku manusia. Kerusakan lingkungan alam adalah karena ulah tangan manusia. Keyakinan tersebut akhirnya mengiblat pada pendidikan sebagai pengubah perilaku manusia. Pada dataran ini, pendidikan akhirnya menjadi semakin banyak dibicarakan orang untuk mengatasi permasalahan lingkungan hidup. Dengan demikian, pendidikan menjadi agen untuk melakukan perubahan berpikir, bersikap dan berperilaku bagi manusia sesuai yang diinginkan.
Perkembangan dunia sebagaimana ditunjukkan dengan adanya perubahan alam dan sosial yang cepat menuntut paradigma baru pendidikan. Paradigma baru pendidikan tersebut adalah paradigma holistis, yang menekankan pada pendekatan menyeluruh dan global.
Paradigma ini akan menimbulkan pembaruan di dunia pendidikan yaitu pendidikan menekankan kepada peserta didik untuk berpikir secara global serta pembaharuan pendidikan dengan makna efisiensi yang tidak semata-mata bermakna ekonomis, tetapi meliputi pula keharmonisan dengan lingkungan dan kebaikan untuk semua yang bersifat humanis.
Pendidikan sarat akan nilai-nilai moral untuk membentuk pribadi yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia. Dalam tujuan pendidikan nasional tersirat empat dimensi kemanusiaan yang diemban, yaitu dimensi diri, Allah, sesama manusia dan lingkungan. Dimensi lingkungan yang diambil dari kata bertanggung jawab berarti bertanggung jawab kepada lingkungan alam dan sosial. Dimensi ini memiliki landasan berpikir upaya perlindungan sumber daya alam dan pendampingan sosial masyarakat menuju keseimbangan dan tenggang rasa sosial dalam nuansa harmonis-humanis.
Kampanye-kampanye yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap isu-isu lingkungan perlu dilakukan. Pemerintah seharusnya memberikan kepastian secara tegas terhadap agenda pendidikan lingkungan hidup untuk memasukkan ke dalam kurikulum nasional. Pentingnya pendidikan lingkungan hidup menjadi kurikulum nasional merupakan kebutuhan mendesak. Hal ini mengingat pentingnya pendidikan sebagai salah satu jalur penyadaran untuk meminimalisasi kerusakan-kerusakan lingkungan dan sosial. Selain itu, ada peluang kesertaan masyarakat untuk menyelamatkan lingkungan hidup.
Pendidikan diyakini sebagai media yang efektif untuk membentuk pribadi ramah lingkungan. Bagi komunitas beragama, pendidikan lingkungan berbasis agama merupakan media pengembangan kearifan lingkungan. Pertama, ilmu pengetahuan dan teknologi telah kehilangan ruh kearifan lingkungannya. Maka, kearifan religius menjadi tumpuan harapan. Kedua, persoalan lingkungan terkait dengan moralitas religius.
Dalam perspektif ekologi, lewat pendidikan, dibentuk kepribadian peserta didik untuk menjadi pribadi yang maju, mandiri, bermoral dan berkeseimbangan. Pribadi berkeseimbangan adalah yang mempunyai kearifan lingkungan. Adapun kearifan lingkungan merupakan nilai-nilai luhur tentang kepedulian lingkungan yang bersumber dari khazanah ilmiah, kultural dan spiritual.