Hiruk Pikuk Pemilu 2009

Banyak yang berkomentar negatif dengan suasana pemilu 2009 ini. Ada yang berkomentar dari politik uang, politik sembako, jumlah partai yang banyak dan pastinya jumlah calon anggota legislatifnya juga berbading lurus dengan jumlah partai yang lebih dari 40 partai.

Pemilihan umum adalah pestanya rakyat, di sini mereka benar-benar jadi raja, rakyat apa saja dan profesi apa saja. Mau abang becak, pengamen, ibu rumah tangga, penjaja seks komersil dan masih banyak lagi yang kesemuanya ikut berpesta dalam gawean besar bangsa Indonesia ini. Boleh – boleh saja para politisi saling sikut di media dan panggung ”sandiwara” saat kampanye terbuka. Sah-sah saja kalau kaum intelektual mengatakan ini pemilu paling boros dan paling ribet dengan hitung-hitungan mereka yang tentuya menurut rakyat tadi njlimet juga. Tapi yang jelas secara pragmatis rakyat tetap merasa senang dengan gawean besar ini.

Rakyat tidak berpikir jauh ke depan 5-10 tahun, mereka biasa berpikir dengan ”cari hari ini untuk makan 2-3 hari ke depan” atau mungkin lebih parah adalah ”cari hari ini untuk makan hari ini”. Mereka senang pak SBY membagikan BLT yang kita juga tak tau BLT ini memang agenda pemerintah atau bukan, mereka senang disuguhkan dengan tontonan gratis oleh partai politik yang mengundang artis-artis ibu kota dan mereka juga senang kalau ada partai yang datang door to door untuk membagikan kaos partai, ”lumayan untuk baju tidur atau baju rumahan,” katanya seorang ibu rumah tangga saat ditanya wartawan, ibu tersebut punya 10 kaos partai yang warnanya berbeda-beda. Belum lagi kalau Pak RT dan Pak RW yang datang bak malaikat penolong dan mengajak mereka untuk kampanye terbuka dengan iming-iming uang tunai 30 ribu plus makan siang dan kaos partai.

Terus apa salah kalau rakyat menerima uang tunai untuk mencontreng partai atau caleg tertentu? Kalau menurut saya sih tidak juga, kenyataan dilapangan adalah orang-orang pinter nan idealis (sampai saat ini) belum mampu mewarnai istana dan senayan. Bukan pesimis dengan perubahan, sekali lagi bahwa rakyat saat ini butuh makan dan uang tunai bukan janji-janji akan masuk syurga, dapat pekerjaan apalagi negara makmur sentosa.

Berkah Pemilu dan Pilkada

Disadari atau tidak, pilkada dan pemilu 2009 sangat banyak manfaatnya. Penulis mengamati bahwa krisis global tidak bisa menghempaskan kapal besar Indonesia untuk tenggelam dalam krisis moneter -seperti pada tahun 1997-1998-. Gara-gara politisi kitalah ekonomi bangsa ini tak kena efek samping dari goyangnya ekonomi dunia. Banyak pilkada saja sudah memberikan efek yang positif bagi pertumbuhan ekonomi kita. Bayangkan dalam 1 pilkada uang beredar atau jumlah konsumsi senilai 1 M, sudah berapa banyak pilkada yang ada di Indonesia sampai saat ini dan nominal 1 M tadi saja masih belum mendekati uang yang beredar dalam kampanye calon bupati atau walikota di sebuah kabupaten/ kota. Hitung saja dari 2007 –awal 2009 berapa pilkada bupati dan gubernur yang terselenggara?

Daya beli masyarakat meningkat tajam sejak pilkada langsung dimulai di Indonesia minimal dibeberapa sektor seperti percetakan, perusahaan advertising, iklan di media cetak dan elektronik, perusahaan konveksi (kaos dan bendera partai), perusahaan transportasi dan belum lagi uang yang bersinggungan langsung dengan rakyat kecil seperti sumbangan pembangunan rumah ibadah, sekolah, rumah sakit dan panti asuhan dari calon bupati/ walikota dan gubernur, fee dari saksi di setiap TPS (tempat pemungutan suara) dan tim kampanye. Jadi, sangat wajar kalau kita juga harus berterima kasih kepada politisi dan calon bupati/ walikota dan gubernur yang ikut berkontribusi langsung dalam menstabilkan pertumbuhan ekonomi negara kita.

Terus apa rakyat kita untung? Ya, tentunya jawaban ini hanya bisa dijawab langsung oleh rakyat sendiri. Tapi, kenyataan dilapangan pasca pilkada langsung justru banyak bupati/ walikota dan gubernur terpilih yang benar-benar peduli kepada rakyatnya. Majalah Tempo pernah memuat 10 bupati dan walikota terbaik versi tempo yang tentunya di nilai dari realisasi program kepala daerah yang pro-rakyat. Mungkin ini bisa menjawab pertanyaan diatas, apakah rakyat untung pasca pilkada?

Pemilu 2009 ini juga sama bahkan lebih dahsyat lagi, perusahaan yang bersinggungan langsung dengan fasilitas kampanye seperti hotel, perusahaan transpotasi dari becak sampai pesawat, perusahaan konveksi (kaos dan bendera partai), advertising, buruh pasang bendera, perusahaan percetakan dan masih banyak perusahaan lainnya yang ikut kebanjiran pesanan dan order. Belum lagi bisnis pengerahan massa. Di sini daya beli masyarakat meningkat tajam, tentu saja rakyat juga yang diuntungkan, pedagang kecil juga dapat berkahnya saat kampanye terbuka dilapangan atau tertutup di GOR atau stadion seperti penjual minuman, mainan anak-anak, rujak, rokok, permen dan masih banyak lagi.

Akhirnya kita sebagai anak bangsa (meminjam istilah pak Amin Rais) harus bisa melihat sesuatu itu dari banyak sudut pandang, jangan terjebak pada satu atau dua sudut pandang saja. Komentarnya orang – orang intelektual di media massa dan elektronik tak akan mampu menahan krisis keuangan global.

Mari belajar bersama melihat sesuatu dari banyak sudut pandang....

di Posting dari:
Putra Batubara
Mahasiswa Akhir Jurusan Komunikasi