Game Seratus Ribu

“Bip bip bip bip ! ! ! Selamat ! ! !” gemuruh suara anak-anak.

“Yes ! Aku berhasil menaklukannya. Aku harus mencoba semua games!” teriakan nongki mengagetkan seiesi “Sani’s Play station “. Bahkan Dedi sampai menutup telinganya. Yang lain geleng-geleng kepala seraya melanjutkan game masing-masing. Tapi rupanya dedi masih tampak takjub dengan games yang baru diselesaikan nongki.

“Wah hebat kamu Nong. Aku sudah 7 kali mencoba, tapi tak pernah berhasil!” dedi berkomentar. Nongki tersenyum bangga sambil menepuk dadanya.

“Nih Nongki, urusan PS ini jagonya!”

Bisa ditebak, Dedi lansung manyun. Dan kalau sudah begini, Bang sani tersenyum melihat tingkah laku pelanggan kecilnya. Ia tak pernah mempermasalahkan kalau Nongki sering berbuat gaduh. Bukankah dia pelanggan yang paling setia?

Entah berapa puluh ribu yang di habiskan Nongki tiap bulan untuk bermain PS alias Play Station. Hampir tiap pulang sekolah dia mampir di “Sani’s Play station “ deket rumahnya. Tangannya terasa gatal kalau tidak memencet tombol remote sehari saja. Dia dengan senang hati merelakan uang jajannya. Padahal kalau di tabung, wah, seminggu bisa terkumpul 60ribu.

Tapi yang jadi masalah, kebiasaan ini sudah berdampak buruk, dan ibu nya sudah mulai khawatir. Nongki selalu sudah mengantuk saat waktu belajar tiba di malam hari. Bagaimana tidak? Pulang sekolah sampai maghrib dia bermain PS. Sampai rumah sudah lemas.

“Nongki, ingat, ujian semester sebentar lagi lho,” kata ibu,” untuk semetara main PS nya istirahat dulu ya.”

Nongki tak menjawab.

“Kapan kamu mau belajar? Selepas maghrib kamu sudah teler. Makan malam pun sering terlewatkan,” lanjut ibu lagi.

“Ibu tak keberatan kamu main PS, tapi tahu waktulah. Belajar itu paling penting.”

Kalau sudah dimarahi ibu begini Nongki diam saja. Tetapi besok, kebiasaanya itu masih di teruskan juga.

Diam-diam bapak memperhatikan tingkah Nongki. Apa sich yang membuat Nongki ketagihan PS seperti ini?. Benar yang dikatakan Ibu, Nongki sudah kecanduan!. Harus ditanggulangi ini! Aha, tiba-tiba Bapak punya ide!

Hari minggu jam 7 pagi, Bapak memberi kejutan pada nongki.

“Hari ini Bapak ingin main PS,” kata Bapak usai mandi sambil mengenakan kaos. Seketika mata Nongki terbelalak. Berbinar, kemudian ia tersenyum. Ia tak dapa menyembunyikan kegembiraannya.

“Beneran nih pak?” Tanya Nongki ragu-ragu, seolah tak percaya.

“Betul, ayo kita berangkat sekarang,” kata Bapak tenang.

“Ah, jam segini Bang Sani belum buka,” jawab Nongki.

“Lha, kalau kita datang main dan bayar, pastilah dibuka.”

Iya juga ya, Nongki garuk-garuk kepala. Mereka berdua pun langsung bersiap-siap menuju rumah Bang sani. Nongki memakai kaos T-shirt kesayangannya. Di gandengnya tangan Bapak menuju “Sani’s Play station “, karena dia masih tak percaya.

Tapi rupanya Bapak ingin Nongki dulu yang main, diapun menurut. Satu jam berlalu. Nongki tambah asyik dengan PS-nya dan lupa Bapak. Bapak sih tenang saja. Itu sudah diperkirakannya.

“Bapak nggak apa-apa nih, nungguin Nongki?”

“Oh, taka pa-apa. Tenang sajalah. Bapak akan bayar semuanya.” Kali ini Nongki melotot, bola matanya hampir copot. Wah kesempatan nih!

“Berarti Nongki bisa coba semua games dong Pak,” ujarnya semangat. Bapak mengangguk.

Enam jam berlalu. Nongki mulai kelelahan. Tangannya pegal memencet tombol remote. Nongki terkejut melihat kedua jempol tangannya membengkak. Ia memutuskan berhenti main PS.

“Bapak, Nongki capek. Sudah saja ah.”

“Lho Bapak masih belum capek menungguimu kok. Bukannya mau main games? Ayo, mumpung Bapak yang bayar semua. Kapan lagi Nongki bisa main PS sepuasnya begini?”

Iya juga sih. Nongki pun melanjutkan permainannya. Dari meja kasir, Bang Sani tersenyum melihat tingkah Nongki. Dia membayangkan uang yang bakal diterimanya. Tak rugi buka pagi-pagi tadi.

Lalu tak terasa 3 jam berlalu. Kali ini pergelangan tangan nongki serasa mau putus. Tak terasa air matanya mengalir.

“Bapak, Nongki mau pulang,” katanya memelas. Sungguh dia tak tahan lagi.

“Games nya kan masih banyak. Lihat tuh. Banyak yang belum dicoba. Bang Sani, mana lagi yang baru?” kata Bapak tenang.

“Bapak, Nongki sudah nggak tahan. Lapar lagi,”

Katanya meringis. Tapi Bapak hanya menggeleng kecil. Dan tak diduga, tiba-tiba Nongki benar-benar menangis. Dia sudah sangat kelelahan bermain PS.

“Bapak please, Nongki menyerah, benar-benar menyerah!”

Melihat Nongki seperti itu, Bapak pun jadi tak tega. Bapak segera membayar ongkos sewa PS. Mata Nongki terbelalak lagi. Sementara Bang Sani tersenyum manis. Tentu saja! Seratus ribu yang dibayar Bapak. Sambil menggandeng tangan Nongki keluar, Bapak berkata : “Besok main lagi ya”

“Ampun pak. Tidak lagi. Nongki jera”

“Betul nih. Jera hari ini saja?”

Nongki benar-benar sudah pusing dan muak sekarang. Perutnya lapar bukan main, kaki pegal,dan lihatlah jempolnya sudah jadi bengkak, sementara pergelangan tangannya sakit sekali.

“Tidak pak, selamanya Nongki tidak akan bermain PS lagi,” Nongki menjawab sambil menghapus air matanya.

Itulah akhir episode “Games Seratus Ribu, Main Sembilan Jam.”