Facebook Bermata Dua...

Situs jejaring sosial di Internet bernama Facebook, kembali hangat dibicarakan setelah sejumlah ulama di Jawa Timur, tengah mempertimbangkan untuk mengeluarkan fatwa (haram) bagi penggunanya.

Sikap keras para ulama itu kabarnya tidak lain didasarkan karena para santri di pesantren sudah tidak konsentrasi ke pelajaran. Mereka malah kecanduan meng-update status di Facebook.
Di Iran, seperti diberitakan koran ini, pemerintah setempat bahkan memblokir situs yang sedang naik daun ini. Namun langkah tersebut diyakini merupakan salah satu strategi untuk mencegah lawan-lawan politik Presiden Mahmoud Ahmadinejad memanfaatkan media komunikasi alternatif itu untuk menggalang dukungan dalam rangka Pemilu Presiden Iran bulan depan.
Luar biasa memang ekses situs dunia maya itu. Di usianya yang baru lima tahun, website yang dibangun remaja berusia 19 tahun Mark Zuckerberg pada tahun 2004, kini telah mencandui ratusan juta umat manusia di bumi ini sehingga memberi dampak ekonomi, sosial, politik hingga ke ranah pertahanan dan keamanan negara.
Contoh konkretnya adalah apa yang terjadi di sejumlah pondok pesantren di Jawa Timur. Facebook dianggap telah mengusik tatanan sosial di wilayah pesantren, sehingga pengasuh pondok merasa perlu mengeluarkan fatwa agar santrinya tak menjadi ”autis” gara-gara Facebook-an melulu. Demikian juga di Iran, Facebook bahkan dimaknai secara politis dinilai bakal bisa meruntuhkan dominasi penguasa sehingga pemerintah merasa perlu mengeluarkan kebijakan pemblokiran.
Menyikapi fenomena Fecebook tersebut, kami berpendapat mestinya kita bijak. Ibarat pisau bermata dua, Facebook pun bisa demikian. Tergantung bagaimana memperlakukan teknologi modern itu. Pisau akan bermanfaat jika digunakan sebagaimana mestinya. Namun pisau akan menjadi alat berbahaya jika digunakan untuk mencederai seseorang. Ada istilah the man behind the gun, tergantung siapa orang yang membawa senjata.
Dengan demikian, kita tak perlu kemudian ikut-ikutan mencibir atau berburuk sangka ketika ada pihak tertentu yang –seperti para ulama di Jatim—kemudian melarang atau mengharamkan pemanfaatan Facebook tersebut. Toh pelarangan itu pasti memiliki tujuan mulia. Apalagi hal tersebut terkait dengan ranah yang sangat terbatas.
Namun di sisi lain, kami pasti menentang jika pelarangan atau ada keputusan memblokir Facebook seperti di Iran, apalagi jika dikaitkan dengan persoalan politis atas kepentingan seseorang, kelompok atau bahkan penguasa untuk mempertahankan status quo. Di era demokrasi serta kemajuan teknologi informasi yang tanpa batas ini, kebijakan pemblokiran, pemberangusan, pembredelan atau apapun namanya adalah sebuah bodoh sekaligus melanggar hak asasi manusia.
Yang terpenting adalah bagaimana sebaiknya memfilter dan meningkatkan peranan semua pihak termasuk orang tua dalam menyikapi kemajuan teknologi informasi dengan segala konsekuensinya.