Desentralisasi dan Kemiskinan

Dalam sejarah dunia, keputusan untuk memberlakukan kebijakan desentralisasi, di mana otonomi daerah adalah salah satu bentuk penjelmaannya, sering merupakan reaksi atas tuntutan dari bawah.


Secara umum,jawaban positif atas tuntutan dari bawah itu jarang yang sukarela, sering lambat dan tak jarang penuh hambatan. Ada memang desentralisasi yang diprakarsai dari atas berbarengan dengan perubahan politik dan runtuhnya rezim lama. Namun, lebih sering negara melakukan desentralisasi pada situasi post conflict sebagai cara untuk mengamankan proses rekonsiliasi dan perdamaian.

Desentralisasi mempunyai dimensi politik, dengan demokratisasi dan penguatan civil society sebagai kata kunci.Selain itu,perlu perhatian terhadap dimensi geografis dan administratif (deconcentration, devolution, dan delegation) serta keterkaitan dengan pasar (privatisasi).Konsep desentralisasi dan otonomi daerah (decentralization & local governance) diinterpretasikan dan diimplementasikan secara berbeda-beda, bahkan sering oleh sebuah instansi yang sama.(Richard Flaman,1999) Sebenarnya, desentralisasi bukanlah sebuah tujuan an sich,melainkan sebuah instrumen politik.

Ia merupakan sebuah persyaratan mendasar bagi berprestasinya birokrasi dalam sebuah negara hukum yang demokratis.Desentralisasi bukan sekadar konsep birokrasi alternatif, melainkan sebuah proses perubahan yang bersifat sangat politis dan sering merupakan bagian dari reformasi mendasar menuju demokratisasi. Realisasinya jauh lebih sulit dari sekadar masalah administratif. Desentralisasi mencakup tugas lintas sektoral dan berimplikasi pada perubahan mendasar serta masif dalam semua tataran dan sektor masyarakat.

Semakin besar perubahan yang dipicu, resistensi yang bakal dihadapinya cenderung semakin besar pula. Sayangnya,kenyataan lapangan dalam penerapan desentralisasi di negara-negara berkembang selama ini, termasuk di Indonesia, belum menunjukkan keterkaitan kausal antara desentralisasi dan keberhasilan pembangunan, misalnya dalam hal percepatan pertumbuhan, sustainable human development,dan pengurangan kemiskinan.

Penyebabnya, selain luasnya spektrum interpretasi tentang makna desentralisasi, juga akibat relatif singkatnya pengalaman uji cobanya serta tiadanya indikator dan kurang akuratnya data lapangan. Secara metodologi, juga sangat sulit untuk melakukan identifikasi dan isolasi berbagai faktor yang memengaruhi keberhasilan kebijakan desentralisasi. Selain itu, pada tataran proyek, kurang tajamnya rumusan tujuan dan formulasi hasil yang diinginkan serta lemahnya perencanaan operasional telah mempersulit evaluasi pencapaian tujuan.

Dampak Desentralisasi

Keputusan melaksanakan kebijakan desentralisasi dapat menumbuhkan harapan yang tidak realistis bahwa kebutuhan daerah sepenuhnya atau setidaknya jauh lebih baik bisa terpenuhkan. Begitu pula dengan penyelesaian berbagai masalah daerah. Selain itu, muncul pula harapan tentang dampak positifnya terhadap berbagai hal berikut.

Mulai dari proses demokratisasi, pembangunan berkelanjutan, impuls positif bagi ekonomi dan negara, pengentasan kemiskinan, pengurangan arus urbanisasi dan mobilisasi,identifikasi sosial-budaya serta pelestarian lingkungan hingga birokrasi yang efisien dan aspiratif. Namun kurang disadari bahwa dampak positif yang diharapkan itu hanya mungkin terjadi dalam proses jangka panjang. Padahal, tujuan yang dicanangkan jarang yang dirumuskan secara operasional.

Biasanya,hal tersebut lebih berbentuk harapan pencapaian yang diffuse, imbauan atau menggunakan berbagai elemen yang umum sehingga mempersulit management of expectation. Elemen pendukung utama seperti partisipasi civil society dan local ownership dalam proses pembangunan sering disandarkan pada harapan yang terlalu optimistis meski terkadang visioner,tetapi cenderung bersifat harmonis dan melupakan (kemungkinan) terjadinya konflik serta friksi. Cara pandang tersebut jelas jauh dari kenyataan lapangan.

Tak aneh,dalam literatur ilmiah terdapat kesepakatan luas bahwa dampak desentralisasi terhadap proses reformasi di negara berkembang selama ini umumnya mengecewakan atau paling tidak jauh dari yang diharapkan. Sangat jarang, terdapat perencanaan yang matang berikut strategi pencapaiannya. Umumnya, rencana yang ada bermuatan harapan yang tinggi meski terlalu umum dengan tujuan yang kabur dalam tataran konsepsional sehingga bermasalah dalam implementasinya.

Syarat Keberhasilan

Selain kemauan politik serta dedikasi dari para pengambil keputusan untuk reformasi, keberhasilan desentralisasi mempersyaratkan negara yang kuat dan pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, misalnya terkait penggunaan dana yang berkaitan langsung dengan kepentingan mereka.

Proses pendanaan yang melibatkan eksekutif dan legislatif sama sekali belum melibatkan masyarakat.Apalagi mereka yang miskin. Lebih dari itu, jumlah dan alokasi anggaran bukanlah satu-satunya kunci percepatan pengurangan kemiskinan seperti yang dijabarkan dalam Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs).Yang tak kalah penting keterhubungan antara rencana program dan kegiatan serta alokasi anggaran yang diarahkan ke lokasi-lokasi di mana masyarakat miskin berada.

Selain itu, perlu transparansi dan akuntabilitas penganggaran berupa indikator untuk mengukur keberhasilan yang jelas dan dapat diwujudkan dengan mudah di tingkat lapangan serta pemantauan dan evaluasi terkait peningkatan kesejahteraan dan penurunan kemiskinan. Perencanaan dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin didefinisikan sebagai proses yang menjamin agar rencana dan anggaran yang disusun meletakkan prioritas utama pada pengurangan kemiskinan. Perlu disadari, masalah kemiskinan sangatlah kompleks.

Guna mencari akar kemiskinan, diperlukan pendekatan khusus seperti participatory poverty assessment(PPA). Data yang diperoleh melalui kegiatan tersebut maupun data sekunder dari BPS,misalnya,dapat dipakai untuk mengukur dan memetakan kemiskinan sekaligus sebagai bahan monitoring dan evaluasi perkembangan kemiskinan di suatu daerah.

Sosialisasi data, perencanaan, penganggaran dan pemantauan serta evaluasi terusmenerus adalah sebuah keharusan. Tanpa itu, bisa dipastikan hal tersebut sekadar menjadi proyek singkat yang tak jarang mubazir.(*)